Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai dengan akhir 2017, rasio aset perbankan syariah masih jauh dibandingkan dengan aset perbankan konvensional. Catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, total aset bank umum pada tahun 2017 sudah mencapai Rp 7.387 triliun. Sementara total aset perbankan syariah baru sebesar Rp 424 triliun. Dari jumlah tersebut, artinya rasio aset bank syariah terhadap bank umum baru sebesar 5,73%.
Besaran rasio ini, masih jauh dari rencana OJK yang menginginkan setidaknya rasio aset bank syariah terhadap induk sebesar 10%. Kendati masih jauh, secara persentase pertumbuhan aset bank syariah dalam beberapa tahun terakhir lebih kencang dibanding bank umum.
Catatan OJK per Desember 2017, aset bank syariah tumbuh 19% sementara bank umum hanya 9,8%. Sedangkan di tahun 2016, aset bank syariah mampu tumbuh mencapai 14% sementara bank konvensional hanya tumbuh 10,4%.
Menanggapi hal tersebut, PT Bank BNI Syariah mengungkapkank, pihaknya akan terus mendorong target rasio aset 10% terhadap induk. Direktur BNI Syariah Dhias Widhiyati menjelaskan, per akhir tahun lalu share aset BNI Syariah terhadap induknya PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) sudah mencapai 5,3%.
"Angka ini meningkat lebih dua kali lipat dibanding ketika BNI Syariah melakukan spin off tahun 2010, yang kala itu hanya 2,6%," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (21/3).
Guna mengejar aset sang induk, BNI Syariah pun sudah keluar dengan beberapa strategi pendorong aset. Salah satunya dengan fokus menyalurkan pembiayaan pada sektor prioritas alias unggulan dengan tingkat risiko yang baik. Termasuk pula melakukan sinergi pembiayaan dengan BNI induk.
Sementara dari komponen dana pihak ketiga (DPK), BNI syariah di masa mendatang akan lebih fokus menggarap pengelolaan dana haji, komunitas dan bisnis ekosistem halal. "Seperti perguruan tinggi islam, rumah sakit, sekolah, pondok pesantren, pengelolaan zakat infaq shadaqah wakaf (ZISWAF)," tambahnya.
Di sisi pasar, perseroan juga sudah mulai mengarahkan target ke segmen nasabah Gen-Y serta milenial. Serta, BNI Syariah mulai mencari celah pertumbuhan anorganik seperti kerjasama strategis, merger dan akuisisi di masa mendatang.
Sebagai gambaran saja, akhir tahun lalu aset BNI Syariah mencapai Rp 34,82 triliun atau naik sebesar 23% dari tahun 2016 (year on year/yoy). Dari sisi bisnis, pembiayaan juga naik 15,14% menjadi Rp 23,6 triliun.
Lain halnya dengan PT Bank BCA Syariah yang masih mencatat rasio aset terhadap induk masih berada di bawah 1% alias 0,8%. Sampai akhir tahun lalu, perseroan hanya mencatat aset sebesar Rp 5,96 triliun. Sementara induk PT Bank Central Asia Tbk (BCA) membukukan aset sebesar Rp 750,32 triliun.
Jumlah rasio tersebut hanya naik tipis dari tahun 2016 yang sebesar 0,73%. Mengenai hal tersebut, Direktur Utama BCA Syariah John Kosasih bilang secara usia pun perusahaannya masih terbilang jauh.
Benar saja, BCA sudah berdiri sejak 61 tahun lalu, sementara BCA Syariah baru berusia 8 tahun. "Batas waktu dari OJK kan tidak ada, kami tetap dorong terus pertumbuhannya," katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu (21/3).
Menurutnya, secara persentase pertumbuhan BCA Syariah jauh lebih kencang dari induk. Akhir tahun lalu, aset perseroan ini berhasil tumbuh 19,33%. Pertumbuhannya hampir dua kali lipat dari BCA induk yang mencatat pertumbuhan 10,9%.
Pun target tahun 2018 BCA mematok aset tumbuh 10% sampai 15%. Hal ini juga didorong pembiayaan yang dipatok naik 15% sampai 10%.
"Aset, DPK, laba kami target 15% sampai 20%. Ini tergantung kondisi perekonomian juga. Kalau bagus, kami optimis bisa lebih dari itu," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News