Reporter: Adi Wikanto, Anaya Noora Pitaningtyas | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kasus pembobolan dana bank oleh karyawan yang marak diperkirakan bisa mendorong asuransi memberikan perlindungan di sektor ini. Sayang, di Indonesia belum ada fasilitas pendukung untuk menyediakan layanan tersebut. Perusahaan reasuransi yang harus mem-back up produk-produk bank tidak memiliki modal cukup. Klaim asuransi ini sangat besar dan memiliki risiko tinggi pula.
Hanya ada segelitir asuransi yang menawarkan perlindungan dari kejahatan pembobolan bank di Indonesia, antara lain PT Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance) dan PT Asuransi Central Asia (ACA). Produk di Adira Insurance bernama Bankers Blanket Bond (BBB).
Pemian lain juga tertarik. "Tapi di Indonesia belum ada perusahaan reasuransi yang mendukung," kata Direktur Pemasaran Asuransi Bumiputeramuda 1967 (Bumida), Joko Hananto, kemarin.
Memang, reasuransi Indonesia belum bisa menyediakan fasilitas ini. Kepala Divisi Asuransi Umum PT Reasuransi Internasional Indonesia (Reindo) Kocu Andre Hutagalung bilang, butuh modal besar untuk meng-cover asuransi kejahatan di lembaga keuangan. "Untuk satu kasus bank bisa meminta pertanggungan US$ 10 juta atau sekitar Rp 100 miliar. Kalau kasusnya benar-benar terjadi, kami bisa bangkrut," kata Kocu. Kini nilai ekuitas atau modal sendiri Reindo hanya sekitar Rp 346,41 miliar.
Presiden Direktur PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk (Marein) Robby Loho bilang hanya perusahaan reasuransi dari luar negeri yang bisa mem-back up produk itu. Benar saja, Adira Insurance pun tidak menggunakan jasa reasuransi lokal untuk produk BBB. Mereka menggunakan perusahaan reasuransi Lloyd's Syndicate 1965 yang berpusat di London.
Pada 2009 lalu, Lloyd'S Syndicate memiliki aset £ 2.084 juta atau Rp 29,63 triliun. Bandingkan dengan Reindo hanya Rp 922,17 miliar per tahun 2010 dan Marein Rp 445,08 miliar. Atau reasuransi lokal yang lainnya, PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugu Re) malah hanya Rp 392,46 miliar. "Kemampuan finansial kami memang belum memadai," kata General Manager Operational PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugu Re) Elkana Lumbantoruan.
Terlebih lagi, risiko produk ini juga tinggi. Maklum potensi moral hazard di industri keuangan sangat besar. "Asuransi jenis ini juga sangat spesifik sehingga butuh sistem dan teknologi tersendiri yang selama ini belum kami miliki," tambah Kocu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News