Sumber: KONTAN | Editor: Didi Rhoseno Ardi
JAKARTA. Langkah pemerintah dan Bank Indonesia untuk (BI) menjamin wesel ekspor berjangka tak membuat bank berniat menurunkan bunga khususnya untuk kredit ekspor. Bankir beralasan mereka masih harus membayar mahal pendanaan bank khususnya valuta asing.
Direktur Utama PT Bank NISP Tbk Pramukti Surjaudaja mengakui langkah BI memberikan fasilitas rediskonto memang memberikan alternatif bagi bank untuk mendapatkan pendanaan. Bank bisa menggadaikan wesel ekspor berjangka kepada BI tanpa harus menunggu pembayaran dari pembeli dari luar negeri.
Tapi kebijakan ini hanya memberi kelonggaran untuk mencari likuiditas dolar yang saat ini sedang ketat. Artinya, kebijakan ini tidak bisa mengakomodasi keinginan eksportir agar bank menurunkan bunga terutama kredit ekspor.
Bank menganggap penjaminan itu tak terkait dengan suku bunga untuk pinjaman ekspor kepada nasabah. Meski sejatinya penjaminan ini berarti bank nyaris tak berisiko saat menyalurkan kredit ekspor, karena mendapat jaminan BI.
Selama ini, bank tetap berpatokan suku bunga kredit bisa turun kalau ongkos pendanaan mereka turun. Sedangkan pendanaan dalam bentuk valas hingga kini belum bisa turun, sehingga kredit valas dalam bentuk kredit ekspor akan tetap tinggi, yakni pada kisaran 6% sampai 8% setahun.
Direktur Kredit PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Abdul Salam mengungkapkan hal yang senada. Dia berpatokan biaya dana bisa turun kalau suku bunga acuan BI rate juga terus turun drastis. "Bank maupun eksportir berharap bunga kredit ini masih bisa turun," kilah Abdul Salam Senin (8/12).
Krisis kepercayaan
Abdul Salam mengaku, saat ini BRI mengalami krisis kepercayaan pada importir dan bank-bank koresponden di luar negeri. "Makanya, kami sangat membatasi pembiayaan ekspor terutama industri manufaktur ke Amerika," kata Abdul.
Menurutnya, kebijakan BI untuk merediskonto wesel ekspor berjangka bisa membantu bank mengucurkan kredit ekspor. Soalnya, resiko ini nantinya akan dibagi juga dengan BI.
Beberapa bank juga mengalami hal yang sama seperti BRI. Mereka agak mengerem penyaluran kredit mereka untuk eksportir. Masalah yang mendasari adalah fluktuasi nilai tukar rupiah yang saat ini masih belum stabil. Ada kecenderungan nilai tukar rupiah terhadap dolar akan terus melemah.
Bankir menganggap kebijakan BI untuk melakukan penjaminan sebenarnya hanya untuk memberikan kepercayaan kepada bank agar mereka mau menyalurkan kredit kepada eksportir. Selain itu BI ingin agar perbankan maupun eksportir tidak tergantung kepada satu mata uang saja yaitu dolar Amerika Serikat. Dengan begitu tekanan dolar terhadap rupiah bisa mereda.
Ada tujuh valuta wesel ekspor berjangka yang bisa dibeli oleh BI. Yakni, dolar Amerika Serikat, yen Jepang, poundsterling Inggris, euro, dolar Australia, dan Swiss franc.
BI juga menetapkan kriteria bank koresponden dan bank penjual WEB. Bank koresponden WEB adalah bank yang memiliki short term credit rating A-3 dari Standard & Poors (S&P) atau rating setara yang dikeluarkan Moody’s Investor. Sedangkan bank lokal penerbit wesel ekspor minimal peringkat 2.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News