Reporter: Herry Prasetyo, Nina Dwiantika | Editor: A.Herry Prasetyo
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) membatalkan rencana penerapan kebijakan rasio pinjaman terhadap aset alias loan to value ratio (LTV) kredit berkandungan impor. Padahal, pertumbuhan kredit impor semakin kencang.
Mengutip Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis BI, penyaluran kredit impor per September 2013 mencapai Rp 65,80 triliun. Jumlah ini melesat 86,45% ketimbang periode sama tahun 2012 sebesar
Rp 35,29 triliun. Bandingkan dengan kredit ekspor yang per September 2013 mencapai Rp 55,16 triliun. Hanya naik 8,83% dibandingkan periode September 2012
Agustus lalu, BI mewacanakan rencana penerapan LTV kredit impor lantaran defisit neraca perdagangan makin meningkat. Namun, kajian LTV kredit impor tak kunjung usai. Akhir pekan lalu, Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan LTV kredit impor masih dalam kajian.
Namun, rencana kini tinggal sebatas wacana. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Difi A. Johansyah, mengatakan BI tidak lagi mengkaji rencana LTV kredit impor. "Kami tak mendalami lebih lanjut," kata Difi, Selasa (19/11).
Selain memiliki dampak kompleks, pengawasan LTV kredit impor bakal sulit. BI lebih memilih kebijakan lain, seperti kenaikan suku bunga acuan alias BI rate. Selain itu, pemerintah sudah merilis paket kebijakan untuk mengurangi defisit transaksi berjalan. 'Target defisit transaksi berjalan tahun depan 2,7% dari PDB," kata Difi.
Bidik sektor tertentu
Kepala Ekonom Bank Danamon, Anton Gunawan, menilai langkah BI menaikan BI rate tidak serta merta menurunkan impor. Strategi itu justru akan berdampak ke sektor yang tidak terkait langsung dengan impor. "BI rate harus naik setinggi-tingginya untuk menurunkan impor," kata Anton
Ia mengakui, pengaturan LTV kredit impor memang lebih kompleks. Karena itu, BI perlu merilis LTV kredit impor dengan cara membidik sektor yang membikin neraca perdagangan defisit.
Eri Budiono, Direktur Korporasi dan Investasi Rabobank Internasional Indonesia, mengatakan Rabobank memberikan kredit berkandungan impor pada sektor agribisnis seperti kedelai dan jagung. Pembiayaan ke sektor tersebut tidak bisa dikurangi lantaran kebutuhan pasar masih tinggi.
Citibank juga tetap menyalurkan kredit impor sesuai permintaan debitur. Kunardy Lie, Head of Corporate and Investment Banking Citi Indonesia, mengatakan belum dapat mengukur pengurangan kredit impor. Pengusaha masih membutuhkan impor bahan baku.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News