kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kredit sektor korporasi akan melambat


Kamis, 14 November 2013 / 06:45 WIB
Kredit sektor korporasi akan melambat
ILUSTRASI. Pergerakan nilai aset kripto Terra (LUNA) pada Jumat (13/5/2022).


Reporter: Nina Dwiantika, Issa Almawadi, Adhitya Himawan | Editor: A.Herry Prasetyo

JAKARTA. Pertumbuhan kredit korporasi pada tahun 2014 mendatang diperkirakan bakal lebih rendah ketimbang tahun ini. Maklum, kondisi perekonomian global belum stabil, sehingga berpengaruh pada pembiayaan ekspor dan impor.

Direktur Korporasi Bank Mandiri, Fransisca Nelwan Mok, memperkirakan pertumbuhan kredit korporasi tahun depan akan di antara 20% - 25%. Menurutnya, pelambatan kredit korporasi sudah mulai tampak. Ia memperkirakan, penyaluran kredit korporasi hingga akhir tahun 2013 hanya tumbuh di kisaran 10%- 15%. Hingga September 2013, kredit korporasi Bank Mandiri masih tumbuh 18,8% atau senilai Rp 153,5 triliun.

Krishna R. Suprapto Direktur Business Banking BNI, menilai penyaluran kredit korporasi akan lebih rendah, karena kondisi makro ekonomi yang belum membaik. Saat ini, ia masih mengkaji rasio pertumbuhan kredit korporasi pada tahun 2014. Hingga September 2013, penyaluran kredit korporasi BNI mencapai Rp 102,3 triliun. Jumlah ini melesat 58% ketimbang periode sama tahun 2012 sebesar Rp 64,76 triliun.

Frans Raharja Alimhamzah, Managing Director Bank Internasional Indonesia (BII), sepakat, pertumbuhan kredit korporasi tahun depan tidak akan sekencang tahun ini. Meski begitu, BII ingin menjaga pertumbuhan kredit sesuai pertumbuhan industri. "Kami akan melihat proyek yang ada. Paling tidak,  pertumbuhan kredit korporasi tidak jauh dari tahun ini," kata Frans.

Hingga September 2013, BII mencatat kredit korporasi

Rp 25,9 triliun. Jumlah ini hanya naik 7% ketimbang periode sama tahun 2012 sebesar  Rp 24,1 triliun. Akhir tahun ini, BII masih akan menyalurkan kredit korporasi sebesar Rp 2 triliun. Dengan begitu, kredit korporasi hingga akhir tahun mencapai ksiaran Rp 28 triliun-Rp 29 triliun.

Kurnady Lie, Head of Corporate Banking Citi Indonesia, juga berpendapat serupa. Menurutnya,  penyaluran kredit korporasi tahun depan tidak akan sebanyak tahun ini. Namun, bukan berarti sepi. Banyak pendanaan yang akan dilakukan secara bilateral.

Tahun ini, Citi mengincar penyaluran kredit korporasi Rp 22 triliun. "Kredit korporasi naik lagi setelah Pemilu," kata Kurnady.

Nirmala Salli, Head of Global Trade and Receivables Finance HSBC Indonesia, memperkirakan  pembiayaan ekspor impor di HSBC tahun depan akan melambat di kisaran  10% - 20%. "Tidak mungkin setiap tahun tumbuh di atas 20%," kata Nirmala.                 

Untuk menjaga pertumbuhan kredit korporasi, perbankan akan mengucurkan kredit ke sektor infrastruktur. Maklum, Pemerintah memperkirakan kebutuhan investasi untuk pelbagai proyek infrastruktur tahun depan mencapai Rp 380 triliun.

Abdul Rachman Direktur Institutional Banking Bank Mandiri melihat peluang pembiayaan infrastruktur tahun depan terbuka lebar. Meskipun, masih ada fasilitas kredit yang belum cair sebesar Rp 6 triliun tahun ini. Rencananya, bank berplat merah ini akan membiayai sektor pelabuhan laut dan udara, jalan tol, dan pembangkit listrik. "Kami bisa membiayai Rp 10 triliun lebih untuk infrastruktur tahun depan," kata Abdul.

Adapun dana tersebut berasal dari dana jangka panjang seperti obligasi, deposito, dan pinjaman dari  kerjasama dengan lembaga keuangan internasional.

Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono, mengatakan infrastruktur masih menarik untuk dibiayai. Bank DKI memang menjadikan infrastruktur sebagai salah satu sasaran pengembangan kredit. Sektor yang dibiayai adalah pembangkit listrik dan jalan tol. "Kami tertarik ikut membiayai karena memang dibutuhkan," kata Eko.

Roy A. Arfandy, Direktur Whosale Banking Bank Permata,  mengatakan prospek pembiayaan infrastruktur masih potensial tahun depan. Namun, Bank Permata tidak akan gegabah dan tetap akan selektif dalam menyalurkan kredit. Apalagi, BI  rate kembali naik menjadi 7,5% sehingga biaya kredit makin tinggi. "Kami juga masih belum jelas apa saja perincian proyek infrastruktur sebesar Rp 380 triliun itu," tutur Roy.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, mengatakan sumber dana pembangunan infrastruktur sebesar Rp 380 triliun dapat diperoleh berbagai cara seperti APBN, pinjaman lembaga keuangan, dan melalui surat utang.                              

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×