kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Restrukturisasi Diperpanjang Secara Targeted, Potensi Kenaikan NPL Perbankan Tertahan


Senin, 28 November 2022 / 19:27 WIB
Restrukturisasi Diperpanjang Secara Targeted, Potensi Kenaikan NPL Perbankan Tertahan


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Maizal Walfajri | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Potensi peningkatan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) perbankan pada tahun 2023 bakal sedikit tertahan. 

Hal ini sejalan dengan keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 secara targeted untuk berapa segmen, sektor, industri dan daerah tertentu  hingga Maret 2024.

Sementara kebijakan restrukturisasi Covid-19 secara menyeluruh bakal berakhir pada Maret 2023. 

Adapun yang diperpanjang setahun lebih lama berlaku untuk sektor UMKM secara menyeluruh, industri padat karya khusus untuk tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki, serta usaha makanan dan minuman dan daerah tertentu.

Baca Juga: Kredit Ditargetkan Tumbuh 9%-11%, Simak Target Bisnis Bank BRI Hingga Akhir 2022

"Daerah tertentu yang dimaksud dalam hal ini adalah provinsi Bali," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam rapat kerja dengan DPR, Senin (28/11).

Sementara Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan alasan regulator mengeluarkan kebijakan ini setelah melakukan pendalaman terhadap perkembangan proses restrukturisasi dan melihat kondisi kredit yang direstrukturisasi selama dua tahun ini. 

Pada saat sektor lain sudah pulih, ditunjukkan dari nilai restrukturisasi yang sudah jauh berkurang. Begitupun yang pulih sudah menunjukkan pertumbuhan yang jelas. Namun, lanjutnya, ada beberapa sektor dan industri tertentu masih butuhkan proses dan waktu tambahan.

Per September 2022, total outstanding restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 519,64 triliun dengan 2,63 juta debitur. 

Sebelumnya, Dian mengungkapkan persentase masuk dalam kategori berisiko tinggi (loan at risk/LAR) sebesar 11,53%. 

Sementara pencadangan yang sudah dilakukan perbankan terhadap LAR mencapai 39%. Adapun yang sudah jadi NPL mencapai 6,62% dan bank sudah melakukan pencadangan 18,17% terhadap NPL tersebut.

Baca Juga: Begini Prospek Saham dan Kinerja Bank Lokal yang Diakuisisi Perbankan Jepang

Saat restrukturisasi Covid-19 berlangsung, status kredit masih dalam kategori lancar. Namun, begitu relaksasi itu berakhir maka kredit yang direstrukturisasi tidak lagi dikategorikan lancar dan perbankan harus melakukan pencadangan.

BRI mungkin yang paling diuntungkan dari kebijakan OJK ini. Maklum, oustanding restrukturisasi bank ini tercatat paling tinggi dimana Rp 116,4 triliun  per September 2022 atau 19,3% dari total kredit. Sebagian besar berasal dari segmen UMKM. 

Aestika Oryza Gunarto Sekretaris Perusahaan BRI mengatakan, kebijakan OJK tersebut sesuai dengan usulan BRI sebagai upaya untuk menjaga performa kualitas kredit industri perbankan serta mendukung recovery pelaku usaha terdampak covid.

Sementara untuk sektor-sektor yang tidak masuk dalam kategori yang diperpanjang OJK hingga 2024, BRI sudah mengalokasikan pencadangan sebelumnya untuk mengantisipasi pemburukan aset. 

Direktur Manajemen Risiko Agus Sudiarto mengatakan, LAR restrukturisasi Covid-19 BRI mencapai 7,7%. Adapun pencadangan untuk restrukturisasi Covid-19 saja mencapai Rp 29,95 triliun atau 25,7% terhadap LAR.

Sedangkan dari pemetaan yang sudah dilakukan BRI selama ini, hanya 10% dari total restrukturisasi Covid-19 yang benar-benar tidak dapat diselamatkan. Sehingga bank ini melihat pencadangan 25,7% sudah sangat cukup mengantisipasi risiko ke depan tanpa memperhitungkan perpanjangan secara targeted tadi.

Adapun NPL BRI per September 2022 tercatat berada di level 3,14%. Itu turun dari 3,29% pada September tahun lalu. BRI telah mengalokasikan pencadangan terhadap NPL sebesar 275,88%, naik dari 259,7% pada September 2021. 

Baca Juga: Ini Strategi Bank BJB dalam Melakukan Ekspansi Kredit Tahun 2023

BNI mencatat outstanding restrukturisasi Covid-19 sebesar Rp 59,5 triliun per September. 

PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk menyambut baik perpanjangan restrukturisasi pada sektor dan industri tertentu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Direktur Manajemen Risiko BNI David Pirzada mengatakan, dari pemetaan yang dilakukan, hanya 5% dari debitur restrukturisasi covid  yang masuk kategori high risk. 

Lalu sebesar 60% debitur high risk tersebut berada pada sektor-sektor yang diperpanjang stimulusnya oleh regulator. Itu artinya, potensi kenaikan NPL BNI tahun depan akan lebih tertahan. 

“Untuk pencadangan, kami sudah melakukan build up pencadangan yang cukup sesuai dengan profil risiko dari debitur kami. Untuk debitur restrukturisasi Covid-19 yang masuk kategori high risk sudah kami provisioning dengan rata-rata CKPN rasio 30%,” jelas David.

Ia memprediksi akhir tahun 2022 hingga 2023,  BNI akan tetap menjaga NPL Coverage Ratio di atas 270%. Seiring dengan itu, bank bersandi saham BBNI ini juga akan mempertahankan LAR Coverage Ratio di atas 40%.

Baca Juga: Antisipasi Risiko NPL Restrukturisasi Covid, BRI Siapkan Pencadangan Rp 29,9 Triliun

Bank BJB menyambut baik kebijakan perpanjangan restrukturisasi secara targeted tersebut. Yuddy Renaldi Direktur Utama Bank BJB mengatakan, kebijakan itu sesuai ekspektasi perseroan karena setiap sektor akan berbeda waktu pemulihannya. 

Adap sektor yang memang mendapat dampak berat akibat Covid-19 sehingga butuh waktu lebih lama untuk pulih.

Menurutnya, kebijakan itu akan memberikan waktu lebih panjang bagi sektor yang terdampak lebih dalam untuk kembali pulih sehingga tidak memberikan tekanan yang terlalu berat pada perbankan dan sekaligus menjaga momentum pemulihan ekonomi yang saat ini.

Ia menambahkan, outstanding restrukrisasi Covid-19 Bank BJB saat ini hanya 1,5% dari total kreditnya. Itu turun dari 30% pada puncaknya. Penurunan itu sebagian besar dikarenakan sudah kembali normal.

"Sedangkan yang berpotensi turun jadi kredit bermasalah atau NPL karena kemampuan yang tidak kembali pulih hanya 1,9% dari total restrukturisasi covid." kata Yuddy.

LAR Bank BJB pun terus menurun. Per September 2022 ada di level 6,4%, turun dari 7,7% pada periode yang sama tahun lalu. Sedangkan NPL tercatat 1,1%, turun dari 1,4% pada September 2021.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×