kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sampai Juni, Danamon kucurkan kredit Rp141 triliun


Kamis, 17 Juli 2014 / 17:43 WIB
Sampai Juni, Danamon kucurkan kredit Rp141 triliun
ILUSTRASI. Batubara di PLTU PLN.


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Sampai dengan Juni 2014, PT Bank Danamon Indonesia Tbk menyalurkan kredit hingga Rp 141 triliun. Angka ini meningkat sebesar 13,7% dibandingkan semester pertama tahun 2013 yang sebesar Rp 124 triliun.

Direktur Keuangan Bank Danamon, Vera Eve Lim mengungkapkan, kredit usaha mikro perseroan melalui Danamon Simpan Pinjam (DSP) sepanjang semester I-2014 mengalami pertumbuhan sebesar 3% menjadi Rp 20 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sementara itu, kredit untuk segmen usaha kecil dan menengah (UKM) sepanjang semester I-2014 naik sebesar 16% menjadi Rp 22,9 triliun. Kredit segmen komersial tumbuh 28% pada paruh pertama tahun 2014 dibandingkan tahun lalu, menjadi Rp 17,4 triliun.

Untuk kredit segmen korporasi, sepanjang semester I-2014 tumbuh sebesar 34% menjadi Rp 16,6 triliun. Sementara itu, kredit otomotif melalui Adira Finance tumbuh sebesar 7% sepanjang semester pertama 2014 dibandingkan periode yang sama tahun 2013, menjadi Rp 49 triliun.

"Sektor otomotif secara perlahan mulai pulih setelah adanya penyesuaian atas dampak dari aturan down payment," kata Vera di Jakarta, Kamis (17/7).

Vera menyebutkan bahwa pertumbuhan kredit Danamon pada enam bulan pertama 2014 disertai dengan kualitas aset yang membaik. Hal ini terlihat dari rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang berada pada posisi 2,1% pada akhir Juni 2014, atau membaik dibandingkan dengan Juni 2013 yang berada pada posisi 2,4%.

Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur Bank Danamon Henry Ho mengungkapkan, semester pertama tahun ini ditandai oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik yang didorong oleh permintaan ekspor yang menurun serta adanya defisit fiskal. Selain itu, nilai tukar rupiah terus mendapatkan tekanan.

"Di industri perbankan, likuiditas semakin ketat sehingga menawarkan operasional yang kompetitif. Namun dengan kondisi ini, kami dapat menjaga pertumbuhan kredit dan pendanaan pada level yang sehat," jelas Henry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×