kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.086.000   26.000   1,26%
  • USD/IDR 16.499   136,00   0,83%
  • IDX 7.671   -95,65   -1,23%
  • KOMPAS100 1.073   -14,58   -1,34%
  • LQ45 772   -11,71   -1,49%
  • ISSI 265   -2,19   -0,82%
  • IDX30 401   -5,30   -1,30%
  • IDXHIDIV20 469   -4,88   -1,03%
  • IDX80 118   -1,45   -1,22%
  • IDXV30 129   -0,63   -0,49%
  • IDXQ30 130   -1,36   -1,04%

SBN ritel mengancam likuiditas, Indef: Pemerintah dan bank harus buat kesepakatan


Rabu, 30 Januari 2019 / 21:40 WIB
SBN ritel mengancam likuiditas, Indef: Pemerintah dan bank harus buat kesepakatan


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyebut upaya pemerintah menerbitkan 10 Surat Berharga Negara (SBN) ritel sepanjang 2019 dapat mengancam likuiditas. Alasannya, imbas penerbitan SBN ritel ini akan memicu terjadinya perebutan dana masyarakat antara perbankan dengan pemerintah.

"Memang cukup berat tahun ini, karena bond yang diterbitkan pemerintah ini bunganya lebih tinggi dibandingkan bunga deposito, dari sisi pajak juga lebih murah 15%," katanya di sela Diskusi Indef, Rabu (30/1) di Jakarta.

Di lain sisi, langkah makroprudensial yang dilakukan bank sentral, misalnya aktivasi termin repo reguler, dan pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) dinilainya juga merupakan solusi jangka pendek.

"GWM dan repo itu solusi jangka pendek, jangka panjangnya memang pasti berasal dari dana masyarakat. Jadi memang harus ada kesepakatan antara pemerintah dan perbankan agar tidak rebutan dana," sambungnya.

Sebelumnya, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Jahja Setiaatmadja bilang memang terjadi peralihan dana pihak ketiga (DPK) perbankan tiap pemerintah merilis SBN ritel.

"Kami juga salah satu mitra distribusi penjualan SBN ritel, yang setidaknya kami bisa menjual hingga Rp 2 triliun. Nah setiap itu pula setidaknya 30% DPK dikanibalkan," sambung Jahja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×