Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perkembangan teknologi yang tak bisa dihindari semakin banyak diimplementasikan pada industri jasa keuangan. Oleh karenanya, industri financial technology (fintech) baik yang terdaftar maupun berizin terus bertambah.
Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital (IKD) OJK Triyono Gani menyebut saat ini setidaknya ada sekitar 201 fintech yang ada. Adapun, jumlah terbanyak berasal dari industri fintech P2P lending yang kini jumlahnya ada 102 pemain.
Selanjutnya, ada industri securities crowdfunding yang kini berjumlah 11 fintech. Dan terakhir, ada 88 fintech yang saat ini masih masuk dalam regulatory sandbox yang terbagi dalam 15 kluster.
“Dari SCF pertumbuhannya tidak signifikan, yang banyak justru di IKD-nya, walaupun keluar masuk. Karena kita tidak bisa bilang posisi akhir itu posisi kumulatif karena beberapa ada yang sudah selesai dan ada juga yang masuk,” ujar Tri saat ditemui, Senin (7/11).
Baca Juga: Bank Digital yang Tertanam dalam Ekosistem Fintech Lanjutkan Pertumbuhan Solid
Lebih lanjut, Tri menyebutkan bahwa jumlah tersebut mencerminkan masa pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sejak 2017 dimana peraturan adanya IKD mulai dibentuk.
Ke depan, pihaknya bilang bahwa di periode lima tahun kedua ini akan berfokus pada tata kelola yang ada. Dimana, tata kelola tersebut termasuk dalam ketentuan hukum yang ada bagi fintech yang masih dalam regulatory sandbox tersebut.
“Kita ingin segera memberikan kepastian hukum terhadap beberapa kluster yang masih pending, kalau keputusannya memang perlu peraturan baru ya coba kita keluarkan,” ujarnya.
Sementara itu, Tri menyebutkan beberapa kluster yang saat ini menjadi prioritas OJK dalam membuat ketentuan hukumnya. Dimana, kluster-kluster tersebut memiliki jumlah fintech yang paling banyak.
“Saya sebut misalnya kluster agregator, kluster KYC, kluster credit scoring dan sebagainya, paling tidak ada empat kluster,” imbuhnya.
Ia pun menyebut dari beberapa kluster tersebut ada yang sejatinya masih serumpun dengan industri yang sudah ada sehingga tidak memerlukan regulasi baru. Ia mencontohkan kluster credit scoring yang mirip dengan biro kredit.
Baca Juga: Fintech P2P Lending Dorong Penyaluran Pinjaman ke Luar Jawa
“Kalau begitu kan berarti tinggal aturannya bisa dilakukan perluasan atau bagaimana, ini menjadi prioritas,” tambahnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga menyebut masih menunggu ketentuan dalam RUU P2SK yang saat ini masih dalam tahap pembahasan. Dimana, dalam RUU tersebut juga membahas beberapa poin terkait inovasi keuangan digital.
Oleh karenanya, jika nanti ada mandat baru dari RUU P2SK tersebut, Tri menyebut pihaknya siap menerima mandat tersebut. “Apapun yang terjadi, Kami nanti terus segera mengubah haluan untuk menyesuaikan apa yang diamanatkan dalam UU,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News