Reporter: Annisa Fadila | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 membuat industri multifinance masih tertekan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan rasio pembiayaan bermasalah alias non performing financing (NPF) multifinance per Mei 2020 mencapai 4,11%, naik signifikan jika dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,73%.
Direktur Sales dan Distribusi PT Mandiri Tunas Finance Direktur Sales dan Distribusi MTF Harjanto Tjitohardjojo menyebutkan, ke depan pihaknya menargetkan NPF akan di bawah 2%. Oleh sebabnya, anak usaha Mandiri ini melakukan beberapa strategi guna mencapai target tersebut.
Baca Juga: Restrukturisasi Pembiayaan Terus Melandai
Harjanto bilang, pihaknya akan melakukan verifikasi pembiayaan baru secara ketat dan memonitor angsuran customer selama 3 bulan awal. Tak hanya itu, MTF turut memantau restrukturisasi yang diberikan sejak Maret 2020, guna memastikan customer kembali membayar angsurannya.
“Sampai akhir tahun kami menargetkan NPF perusahaan akan di bawah 2%. Beberapa langkah sudah kami ambil, di antaranya tim sales MTF yang berjumlah 1.000 orang, 200 diantaranya kami tari untuk membantu restrukturisasi, sedangkan 300 orang lain di berdayakan di collection untuk memperkuat penagihan ke customer,” ujar Harjanto kepada Kontan.co.id (17/7).
Harjanto melanjutkan, untuk meminimalisir risiko, sampai saat ini perusahaan belum membidik beberapa sektor seperti perhotelan, pertambangan, transportasi juga restoran.
Harjanto bilang sektor tersebut membutuhkan tingkat kehati-hatian, sehingga dibutuhkan verifikasi ketat jika ada permohonan pembiayaan. Terlebih, kebijakan ini sesuai dengan arahan Bank Mandiri sebagai induk perusahaan.
“Memang sejak pandemi kami melihat beberapa dampak signfikan, seperti NPF yang meningkat. Tentu hal ini menjadi tantangan akibat turunnya kemampuan konsumen. Tak hanya itu, kondisi likuiditas ikut terpengaruh karena sejak restrukturisasi, customer menunda pembayaran angsuran. Artinya, tidak ada uang masuk ke dalam kas perusahaan, karena 25% restrukturisasi dari portofolio MTF,” tambahnya.
Kendati demikian, Harjanto menilai pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat memberikan angin segar kepada perusahaan, untuk memulihkan pasar otomotif. Oleh karenanya, saat ini perusahaan tengah berupaya untuk memaksimalkan kinerja guna menekan NPF sekaligus mengejar ketertinggalan yang ada.
Sementara Direktur Utama PT BCA Finance Roni Haslim menjelaskan, ke depan pihaknya memproyeksi NPF berada di level 1,18%. Oleh sebabnya, untuk mencapai target tersebut pihaknya melakukan akuisisi secara bijaksana, yakni melalui pengecekan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
“Tentu sajak PSBB dampak signifikan yang paling terasa adalah turunnya pasar mobil dan naiknya NPF. Namun karena pelonggaran PSBB ini, secara bertahap kami mulai masuk pasar otomotif lagi. DP yang semula kami patok 50% pun, sekarang sudah di turunkan menjadi 35%. Tujuannya agar perusahaan semakin agresif memasuki pasar,” ujarnya.
Baca Juga: New Normal, Restrukturisasi Multifinance Tak Berhenti
Asal tahu saja sebelumnya untuk menekan pembiayaan bermasalah, BCA Finance sempat fokus pada restrukturisasi. Roni bilang, setelah masa restrukturisasi, anak Bank BCA ini akan memebri kesempatan kepada debitur guna memperpanjang masa kreditnya menjadi 12 ataupun 24 bulan.
Menurutnya, hal ini bertujuan agar angsuran setelah pandemi menjadi lebih kecil, sehingga cicilan debitur lebih terjangkau dalam melunasi utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News