Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menjelang akhir tahun, sejumlah bank kecil di kelas bank umum kegiatan usaha (BUKU) 1, dan BUKU 2 mulai menyiapkan infrastruktur untuk implementasi pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 71.
Dengan adanya PSAK 71, bank mesti membentuk pencadangan kerugian lebih besar. Alasannya, pencadangan kerugian mesti dibentuk sejak awal tahun berjalan (expected loss). Alih-alih menyiapkan cadangan ketika terjadi kredit macet (incurred loss).
Baca Juga: Siap implementasi PSAK 71, Bank Sampoerna terus tambah modal
Ini yang cukup menantang bagi bank kecil, alasannya penambahan pencadangan bisa menyebabkan tergerusnya modal hingga laba perseroan.
PT Bank Sahabat Sampoerna misalnya, per September 2019 telah menambah pencadangan kerugian kredit hingga 42,74% (yoy). Dari Rp 161,18 miliar pada September 2018 menjadi Rp 230,06. Ini yang bikin laba bersih perseroan tergerus, padahal pertumbuhan kredit dan pendapatan bunga perseroan tercatat tumbuh mumpuni.
Laba bersih perseroan tergerus hingga 52,83% (yoy) dari Rp 52,32 miliar pada September 2018 menjadi Rp 24,68 miliar pada September 2019.
Sementara pertumbuhan kredit perseroan mencapai 11,08% (yoy) dari Rp 7,03 triliun pada September 2018 menjadi Rp 7,81 triliun pada September 2019. Sementara pendapatan bunga perseroan tumbuh lebih tinggi lagi sebesar 18,52% (yoy) dari Rp 843,86 miliar September 2018 menjadi Rp 1,00 triliun pada September 2019.
Meski demikian, untuk mengantisipasi lonjakan pencadangan pada 2020, Direktur Utama Bank Sempoerna Ali Rukmijah dalam keterangan resminya, Selasa (5/11) menyatakan pemegang saham perseroan telah berkomitmen untuk menjaga kecukupan modal.
Baca Juga: LinkAja siap garap fitur syariah, GoPay dan OVO masih melakukan kajian
“Sepanjang sembilan bulan pada 2019, total tambahan setoran modal yang diterima perseroan telah mencapai Rp 265 miliar. Ini berdampak pada rasio kecukupan modal (CAR) kami yang sangat memadai sebesar 20,94% per September 2019,” katanya.
Di sisi lain dengan tambahan pencadangan kerugian kredit, perseroan juga berhasil menekan rasio kredit macet bersih dari 3,42% pada September 2018 menjadi 2,97% pada September 2019.
Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR) Efdinal Alamsyah juga menyatakan hal senada. Implementasi PSAK 71 baka bikin pencadangan kerugian perseroan makin gemuk.
“Tambahan pencadangan kerugian diperkirakan naik 15% hingga 20% dari saat ini. Sementara untuk persiapan PSAK 71 sendiri, kami sudah sampai tahap user acceptance, masih on track sesuai jadwal kami,” katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (5/11).
Padahal kinerja penyaluran kredit dan pendapatan bunga perseroan juga tercatat mumpuni. Meskipun, perlu dicatat pertumbuhan turut dikontribusikan dari hasil merger antara perseroan dan PT Bank Dinar Indonesia Tbk.
Baca Juga: Akumindo nilai diperlukan kebijakan pemerintah untuk landasan UMKM naik kelas
Per September 2019, laba bersih perseroan tercatat merosot 28,59% (yoy) dari Rp 7,26 miliar pada September 2018 sebelum pramerger dengan menjadi Rp 5,63 miliar pascamerger.
Sedangkan pendapatan bunga perseroan pascamerger meningkat hingga 101,53% (yoy) menjadi Rp 303,59 miliar pada September 2019. Sedangkan kredit perseroan pascamerger tumbuh 166,81% (yoy) menjadi Rp 3,31 triliun.
Adapula pencadangan kerugian kredit perseroan juga tumbuh hingga 418,51% (yoy) pascamerger menjadi Rp 5,33 miliar pada September 2019 dibandingkan Rp 1,02 miliar pramerger.
Terkait kebutuhan tambahan pencadangan, Efdinal bilang perseroan tak terlalu khawatir sebab, pemegang sahamnya yaitu Apro Financial telah berkomitmen untuk menyetor tambahan modal tiap tahun Rp 500 miliar selama tiga tahun mendatang atau senilai total Rp 3 triliun.
Apalagi pascaemeger, CAR perseroan tercatat sangat gemuk sebesar 44,58% pada September 2019. “Terkait tambahan pencadangan untuk kami relatif tidak ada pengaruh terhadap CAR, dan akan kami ambil dari laba tahun berjalan,” lanjut Efdinal.
Sementara PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk (SDRA) tak terlalu khawatir ihwal penambahan cadangan kerugian. Perwakilan manajemen perseroan Rully nova menyatakan perseroan bakal menambah pencadangan dari laba ditahan.
“Persiapan PSAK 71 saat ini sudah hampir selesai, dampaknya ke modal kami tidak terlalu signifikan karena laba ditahan Bank Woori masih sangat besar,” katanya kepada Kontan.co.id.
Langkah menahan laba perseroan sejatinya juga jadi strategi untuk bisa naik kelas ke BUKU 3 dengan modal inti lebih dari Rp 5 triliun. Per September 2019, modal inti perseroan telah mencapai Rp 4,60 triliun tumbuh 8,74% (yoy) dibandingkan September 2018 senilai Rp 4,23 triliun.
Baca Juga: Terapkan PSAK 71, laba Bank Sampoerna turun meski kredit naik dua digit
Sementara komposisi modal inti perseroan tercatat memang didominasi dari laba ditahan tahun-tahun lalu yang per September 2019 nilainya mencapai Rp 2,71 triliun dengan pertumbuhan 19,38% (yoy) dibandingkan September 2019 senilai Rp 2,27 triliun.
“Melalui laba ditahan kami akan menjadi BUKU 3 secara organik, hingga kini laba ditahan Bank Woori sendiri sudah mencapai Rp 3,1 triliun,” lanjutnya.
Meski demikian, CAR perseroan tercatat tergerus 266 bps dari 23,02% pada September 2018 menjadi 20,36% pada September 2019. Sementara laba bersih perseroan tercatat tumbuh 8,31% (yoy) dari Rp 391,47 miliar pada September 2018 menjadi Rp 421,80 miliar pada September 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News