Reporter: Ferry Saputra | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan kesepakatan bunga pinjaman fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman daring (daring) di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Selasa (21/10/2025).
Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi terlapor dan investigator. Adapun saksi yang dihadirkan adalah Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik Djafar.
Asal tahu saja, KPPU menduga 97 fintech lending yang tergabung dalam AFPI menyepakati besaran bunga pinjaman secara bersama-sama. Permasalahan yang disorot KPPU, yakni adanya kesepakatan menentukan besaran bunga 0,8% pada 2018 dan 0,4% pada 2021 yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Code of Conduct atau Pedoman Perilaku AFPI.
Baca Juga: OVO Finansial dan AFPI Bantu Akselerasi Bisnis UMKM Lewat Akses Pendanaan
Entjik menyampaikan bahwa kehadirannya sebagai saksi bertujuan untuk menjelaskan kepada KPPU mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi di industri fintech lending terkait penetapan bunga. Dalam persidangan, dia mengatakan tak pernah ada kesepakatan antarpenyelenggara fintech lending dalam menetapkan tingkat bunga pinjaman.
Entjik menyebut penetapan bunga sebesar 0,8% dan 0,4% dilakukan berdasarkan arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Penetapan itu juga ditujukan sebagai bentuk perlindungan konsumen dari maraknya praktik predatory lending yang dilakukan pinjaman online (pinjol) ilegal. Dia menambahkan bahwa adanya penetapan bunga bukan untuk niat jahat dan mengambil keuntungan.
"Paling penting, kami menjelaskan kepada KPPU bahwa yang pertama kami tidak ada niat jahat. Kedua, tidak ada niat atau kepentingan untuk mengambil keuntungan. Tujuan penetapan bunga untuk melindungi konsumen," ujarnya saat ditemui seusai persidangan.
Lebih lanjut, Entjik berterus-terang bahwa adanya pengaturan bunga ke level yang lebih rendah membuat fintech lending menjadi kehilangan kesempatan untuk meraup lebih banyak profit. Dia juga bilang semua penyelenggara mengeluh soal adanya penurunan bunga pada saat itu.
"Jadi, kesempatan untuk memperoleh laba akhirnya hilang dengan turunnya bunga. Namun, hal itu adalah arahan OJK, maka kami mengikuti dan patuh. Kami juga tujuannya baik untuk melindungi konsumen," tuturnya.
Entjik juga menerangkan pada saat itu hingga sekarang persaingan di industri masih terbilang ketat karena setiap penyelenggara mengenakan bunga pinjaman yang berbeda-beda dan selalu di bawah batas atas yang ditentukan. Menurutnya, menjadi salah apabila ada yang bilang kalau di industri fintech lending itu tidak ada persaingan.
"Justru, persaingannya saling ngintip dan sangat keras," kata Entjik.
Baca Juga: GandengTangan: Batas Atas Pembiayaan Rp 5 Miliar Berdampak Baik ke Sektor Produktif
Entjik berharap dengan kehadirannya di persidangan sebagai saksi dapat membuat banyak pihak memahami alasan di balik penetapan bunga fintech lending.
Sementara itu, Investigator KPPU Arnold Sihombing menerangkan Ketua Umum AFPI Entjik Djafar hadir di persidangan sebagai saksi dari terlapor dan investigator. Jadi, dia bilang kedua pihak mengajukan nama Entjik sebagai saksi dan kebetulan beririsan, makanya dihadirkan langsung untuk dimintai keterangan.
"Dua-duanya mengajukan (Entjik sebagai saksi). Diusulkan oleh terlapor 4, terlapor 26, terlapor 65, terlapor 88, dan investigator," ungkapnya saat ditemui seusai sidang.
Arnold menjelaskan sidang berikutnya akan digelar pada Kamis (23/10), beragendakan pemeriksaan saksi dari terlapor.
Proses Kasus Masuk Persidangan
Sebagai informasi, keseriusan KPPU untuk mengusut kasus itu tercermin dari resmi digelarnya sidang perdana kasus dugaan kesepakatan bunga pinjaman di industri fintech P2P lending pada Kamis (14/8), dengan perkara Nomor 05/KPPU-I/2025 mengenai dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Berdasarkan catatan Kontan, sidang lanjutan kesepakatan bunga di fintech lending telah digelar pada Kamis (11/9/2025), beragendakan penyampaian tanggapan terlapor terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP), serta alat bukti berupa surat dan/atau dokumen, serta daftar saksi/ahli.
Baca Juga: Ini Kata Pengamat Soal Porsi Pembiayaan Fintech Lending ke Produktif Menyusut
Setelah itu, sidang lanjutan digelar pada 15 September 2025 hingga 18 September 2025 dengan agenda Pemeriksaan Alat Bukti Terlapor (Inzage).
Semua terlapor menolak atau membantah dugaan pelanggaran dalam LDP, sehingga para anggota majelis KPPU akhirnya memutuskan sidang dilanjutkan ke tahap berikutnya, yakni pemeriksaan saksi dari terlapor dan investigator.
Adapun sidang lanjutan beragendakan pemeriksaan saksi dari terlapor dan investigator resmi digelar pada Senin (13/10) di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sidang tersebut menghadirkan Tomi Joko Irianto yang merupakan Pengawas Senior Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai saksi yang diajukan investigator.
Saat persidangan, Tomi memberikan keterangan mengenai penetapan dan perkembangan suku bunga fintech lending di Indonesia sepanjang 2018 hingga 2024.
Selanjutnya: Lirik Rekomendasi Saham Pilihan Hari Ini (22/10), Ada Saham Prajogo Pangestu
Menarik Dibaca: 35 Ucapan Hari Santri Nasional 2025 Penuh Inspirasi dan Semangat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News