Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio kredit bermasalah financial technology (fintech) lending per Januari 2019 adalah sebesar 1,68%. Angka ini meningkat dari Januari 2018 yang sebesar 1,28%. Meskipun begitu, jumlah penyaluran fintech lending meningkat pesat.
Per Januari 2019, jumlah penyaluran pinjaman fintech lending terdaftar dan berizin OJK mencapai Rp 25,29 triliun. Angka ini tumbuh 743% dari Januari 2018 yang sebesar Rp 3 triliun.
Fintech peer to peer (P2P) lending Modalku (PT Mitrausaha Indonesia Grup) mencatat, rasio kredit bermasalah dengan tunggakan lebih dari 90 hari per pertengahan Maret 2019 adalah sebesar 0,8%. Non-performing loan (NPL) ini menurun dari NPL Desember 2018 yang sebesar 0,95%.
Sebaliknya, penyaluran pinjaman Modalku meningkat, dari sekitar Rp 4 triliun per 2018 menjadi Rp 4,95 triliun per pertengahan Maret 2019.
CEO Modalku Reynold Wijaya mengatakan, untuk memitigasi risiko kredit, perusahaannya menerapkan prinsip responsible lending. Jadi, sebelum memberikan modal usaha, perusahaan ini akan menganalisis dan menilai pertumbuhan bisnis dari pemilik usaha yang mengajukan pinjaman.
“Modalku akan menilai kemampuan finansial para peminjam untuk melakukan pembayaran rutin dan melunasi pinjaman,” kata dia.
Selain itu, mitigasi risiko ini juga didukung oleh pemanfaatan berbagai teknologi untuk mengenali profil calon peminjamnya, Data yang dihimpun meliputi verifikasi wajah melalui gambar digital (facial recognition), data calon peminjam dari e-commerce, data keuangan, dan data media sosial.
“Teknologi berperan untuk cross-checking sehingga bisa cek calon peminjam tersebut selama ini layak atau tidak. Ini semua juga sangat penting untuk memitigasi risiko gagal bayar,” kata Co-Founder & Chief Operating Officer (COO) Modalku Iwan Kurniawan.
Di sisi lain, fintech lending multiguna Kredit Pintar (PT Kredit Pintar Indonesia) mencatat NPL-nya masih berada di angka single digit. Fintech yang beroperasi sejak April 2018 ini telah menyalurkan pinjaman sekitar Rp 3 triliun hingga pertengahan Maret 2019. Padahal, per 2018 fintech ini baru menyalurkan pinjaman sebesar Rp 2,2 triliun.
Vice President of Business Development Kredit Pintar Boan Sianipar mengatakan, untuk memitisgasi risiko pinjaman, perusahaannya melakukan credit scoring sebelum menyalurkan pinjaman. Proses ini menggunakan data alternatif seperti kebiasaan berbelanja di e-commerce dan ride-hailing.
“Dengan begitu, dari kedua data ini kami lebih holistik dalam scoring," kata Boan kepada Kontan.co.id, Selasa (19/3).
Kredit Pintar juga telah menggandeng lembaga pengelola informasi perkreditan (LPIP) dalam memitigasi risiko penyaluran pembiayaan. Alasannya, dengan data yang diberikan oleh LPIP maka pelaku fintech bisa mengakses berbagai informasi tradisional yang tidak terakomodasi oleh kumpulan data yang dihimpun fintech.
Selain itu, guna memitigasi risiko dari peminjam, Kredit Pintar juga telah bekerja sama pelaku fintech lainnya dengan membagikan data peminjam yang nakal.
OJK bersama dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) juga sedang membangun pusat data fintech lending. Pusat data ini akan menjadi referensi bagi perusahaan fintech untuk mengecek calon peminjam yang berisiko melakukan fraud ataupun memiliki risiko kredit macet hingga gagal bayar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News