Reporter: Ferry Saputra | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 berpotensi mengalami perubahan skema. Salah satunya dari asuransi jiwa bersama menjadi demutualisasi.
Hal itu bisa dilakukan apabila komitmen dalam revisi Rencana Penyehatan Keuangan (RPK), khususnya minimum ekuitas, tak terwujud pada 2026.
Mengenai skema demutualisasi Bumiputera, sebenarnya wacana itu sempat bergulir pada tahun lalu. Salah satunya karena adanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 7 Tahun 2023 yang memberikan kewenangan bagi OJK bisa mengubah anggaran dasar perusahaan asuransi.
Disebutkan lewat revisi anggaran dasar tersebut, AJB Bumiputera bisa menerapkan opsi demutualisasi atau mengubah bentuk badan hukumnya. Adapun penerbitan POJK Nomor 7 Tahun 2023 merupakan amanat dari UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK.
Pada tahun lalu, OJK sempat membeberkan dalam POJK itu, diatur mengenai ketentuan tata kelola dan kelembagaan perusahaan asuransi usaha bersama, termasuk perubahan bentuk hukum usaha bersama, yang mana tertuang dalam Pasal 192.
Baca Juga: Skema Demutualisasi atau Likuidasi Bisa Diambil Bumiputera, Ini Kata Pengamat
Berdasarkan aturan tersebut, pihak yang diperbolehkan mengusulkan perubahan bentuk badan hukum, yaitu Dewan Komisaris, Direksi, atau Peserta Rapat Umum Anggota (melebihi setengahnya dari seluruh peserta).
Apabila diubah,rencana perubahan bentuk hukum dituangkan dalam proposal dan harus mendapatkan persetujuan OJK. Selain itu, proposal rencana perubahan badan hukum harus mendapatkan persetujuan Rapat Umum Anggota (RUA), sebelum disampaikan ke OJK.
Berdasarkan ketentuan tersebut, perubahan badan hukum usaha bersama tidak berasal dari OJK, melainkan harus terlebih dahulu diusulkan AJB Bumiputera.
Sejalan dengan keterangan OJK tersebut, beberapa hari lalu, wacana demutualisasi kembali bergulir.
Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono sempat menyebut AJB Bumiputera 1912 berpotensi mengalami perubahan skema dari asuransi jiwa bersama menjadi demutualisasi.
Dalam pertemuan terakhir, Ogi menyebut Rapat Umum Anggota (RUA) telah menyampaikan revisi RPK dan telah berdiskusi dengan OJK. Diketahui revisi RPK tersebut telah disampaikan pada 21 Maret 2024.
Ogi menerangkan OJK meminta kepada RUA dari Bumiputera agar pemenuhan terhadap minimum ekuitas pada 2026 dapat dipenuhi, yakni sebesar Rp 250 miliar. Apabila tak memenuhi hal tersebut, dia bilang, status Bumiputera kemungkinkan bisa berubah.
"Satu hal yang menjadi komitmen bersama, bahwa seluruh Badan Perwakilan Anggota (BPA) baik direksi maupun komisaris akan melakukan tindakan lain, selain melanjutkan status sebagai asuransi jiwa bersama. Jadi, dapat dimungkinkan kalau 2026 tak terpenuhi, bisa melalui skema yang lain, yaitu melalui demutualisasi atau melakukan likuidasi. Itu menjadi komitmen yang akan dilakukan mereka," katanya dalam konferensi pers RDK OJK, Senin (13/5).
Ogi bilang, OJK masih akan menunggu draft revisi RPK dari Bumiputera. Dia mengatakan pihaknya masih menunggu pengesahan dari rapat umum anggota.
Dengan demikian, dalam beberapa hari, Bumiputera akan mengembalikan revisi RPK, yang mana harus disahkan dalam rapat tersebut. Jika telah diterima, dia menyebut OJK akan memonitor langkah yang telah dituangkan dalam revisi RPK.
Mengenai demutualisasi, Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo menyampaikan skema baru itu bukan hal yang baru secara best practices international maupun UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang P2SK.
"Demutualisasi lazim dilakukan di dunia internasional pada bentuk usaha mutual, terutama di Amerika Serikat (Metropolitan Life) dan Jepang (Daichi Life), yang mana perusahaan mutual membutuhkan suntikan dana. Sebab, tidak mungkin mendapatkan dana secara internal dari pemegang saham yang kedudukannya sebagai pemegang polis," ujarnya kepada Kontan, Kamis (16/5).
Baca Juga: Karyawan AJB Bumiputera Sebut Banyak Hak yang Belum Dipenuhi Perusahaan
Atas dasar itu, Irvan pun mengaku setuju dengan skema demutualisasi AJB Bumiputera. Menurutnya, hal tersebut seharusnya sudah lama ditempuh oleh Bumiputera karena anggaran dasarnya memungkinkan skema itu terjadi. Selain opsi demutualisasi, dia menerangkan AJB Bumiputera juga bisa melalui skema likuidasi atau dilanjutkan berdirinya dengan mempertahankan bentuk usaha bersama.
Pada intinya, Irvan menyampaikan skema baru berpotensi besar menyelamatkan Bumiputera, sepanjang bisa menggaet investor baru dengan mempertahankan nama Bumiputera yang sudah melegenda.
"Adapun opsi lainnya, yakni Bumiputera bisa saja diambil alih pemerintah sebagai BUMN," katanya.
Irvan juga menjelaskan bahwa opsi demutualisasi sebenarnya sudah pernah dilakukan Bumiputera, yakni saat masuknya investor pada 2018. Setelah itu, perusahaan berubah nama menjadi PT Bumiputera Life dengan menonaktifkan (run off) AJB Bumiputera 1912.
"Namun, skema itu gagal karena investor tidak membawa dana segar, tetapi malah menjaminkan aset-aset Bumiputera sendiri," ungkapnya.
Terkait adanya wacana demutualisasi atau likuidasi Bumiputera, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi (SP NIBA) AJB Bumiputera 1912 Rizky Yudha menyebut apabila nantinya Bumiputera melakukan demutualisasi, pada intinya karyawan akan menyambut baik kalau manajemen bisa optimal dalam mengurus perusahaan.
"Dalam POJK Nomor 7 Tahun 2023, pekerja atau karyawan otomatis diikutsertakan ke bentuk perusahaan selanjutnya. Sepanjang organ perusahaan (manajemen) profesional, penuh integritas, dan kompeten di bidangnya, maka bentuk usaha apapun mungkin tetap baik bagi pekerja," kata Rizky kepada Kontan, Kamis (16/5).
Bukan tanpa sebab Rizky menyampaikan hal tersebut. Ia bilang sampai saat ini, banyak hak pegawai yang belum terpenuhi.
Rizky menerangkan ada juga hak yang memang telah dipenuhi perusahaan, seperti gaji karyawan. Dia menyebut gaji karyawan telah normal dibayarkan selama 2 bulan terakhir setelah 4 tahun selalu dipotong terus.
"Namun, hak lain, seperti pesangon atau utang gaji belum dibayar. Adapun karyawan yang terdampak sekitar 2.000 orang," ungkapnya.
Baca Juga: OJK Sebut AJB Bumiputera Berpotensi Demutualisasi atau Likuidasi
Lebih rinci, Rizky mengatakan outstanding hak pekerja belum selesai sejak 2018 dan hak pensiun pekerja juga belum selesai sejak 2017. Dia menerangkan sesuai isi Perjanjian Kerja Bersama (PKB), cukup banyak item yang dilanggar perusahaan.
"Pelanggaran hak itu mulai dari gaji, THR, biaya pengobatan, sumbangan duka pekerja meninggal, dan lainnya. Ada 13 item," tuturnya.
Mengenai rencana demutualisasi atau likuidasi tersebut, Kontan telah menghubungi manajemen Bumiputera, tetapi belum ada respons.
Di sisi lain, Ogi menyebut revisi dilakukan karena AJB Bumiputera tak dapat menjalankan RPK dengan baik.
"Oleh karena itu, kami beberapa kali telah memanggil Rapat Umum Anggota (RUA), meliputi badan perwakilan anggota ada 11 orang, termasuk dewan pengawas dan dewan direksi. Kami panggil untuk menyampaikan revisi terhadap RPK dari Bumiputera," ungkapnya.
Dalam pertemuan terakhir, selain ada wacana terkait demutualisasi atau likuidasi, Ogi menyatakan pihak Bumiputera juga akan terus memprioritaskan pembayaran klaim yang jatuh tempo, yaitu dilakukan pembayaran kepada seluruh anggota yang jatuh tempo.
Selain itu, untuk membayar klaim para pemegang polis yang jatuh tempo, Ogi menyampaikan Bumiputera juga akan melakukan down sizing, yang mana aset yang tak terkait langsung dengan operasional Bumiputera akan dilepas untuk dikonversi dari fix aset menjadi aset likuid. Setelah itu, uangnya digunakan untuk operasional untuk Bumiputera, termasuk untuk pembayaran klaim yang sudah jatuh tempo.
"Dari rapat yang terakhir, kami meminta alokasi dari fix aset ke aset likuid itu 50% digunakan untuk pembayaran klaim yang jatuh tempo. Kami mengharapkan seperti itu," tuturnya.
Ogi juga mengatakan, Bumiputera akan melakukan penjualan premi baru untuk target tertentu. Dia menerangkan pembayaran klaim yang jatuh tempo akan dilakukan ke semua pemegang polis yang sudah jatuh tempo dengan nominal pembayaran yang sama.
Jadi, kata dia, strateginya diubah menjadi semua pempol mendapatkan pembayaran sesuai dengan kemampuan likuiditas dari perusahan asuransi tersebut.
Menurut Ogi, semua hal itu akan dilakukan untuk memenuhi kesehatan keuangan perusahaan. Dia berharap semua aspek dalam revisi bisa terpenuhi paling lambat 2028.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News