Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Napas perbankan yang mulai ngos-ngosan bakal bisa sedikit terbantu menghadapi pukulan pandemi virus corona (Covid-19). Pasalnya, akan ada stimulus hampir Rp 70 triliun yang digelontorkan pemerintah untuk membantu likuiditas bank di tanah air.
Stimulus itu terdiri dari dua bentuk. Pertama, sebesar Rp 34,15 triliun bakal diberikan lewat subsidi bunga kredit bagi UMKM dan pelaku usaha ultra mikro selama maksimal 6 bulan. Penundaan angsuran pokok dan bunga yang dilakukan selama 12 bulan dalam skema restrukturisasi akan menurunkan potensi pendapatan bank sehingga akan mengganggu likuiditasnya. Adanya subsidi ini tentu akan mengurangi tekanan likuiditas itu.
Baca Juga: BCA pangkas batas tarik tunai kartu kredit jadi 20% dari limit kartu, apa alasannya?
Kedua, akan diberikan dalam bentuk pinjaman likuiditas sebesar Rp 35 triliun. Ini akan diberikan kepada bank yang mendukung program restrukturisasi dan pemberian kredit modal kerja bagi sektor UMKM yang terdampak. Skemanya, penyangga likuiditas ini akan diberikan lewat bank peserta alias bank jangkar.
Dukungan likuiditas bagi sektor perbankan ini sudah diatur dalam dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diteken presiden Jokowi pada 9 Mei 2020 dan diundangkan pada 11 Mei. Berdasarkan draf program PEN yang dibahas Kementerian Keuangan dan Komisi XI DPR, total anggaran yang disiapkan untuk program itu termasuk untuk bantuan likuiditas ke perbankan mencapai Rp 318,09 triliun.
Nah, di dalam PP itu dituliskan bahwa kriteria yang akan jadi bank peserta adalah masuk dalam kategori 15 bank beraset terbesar. Lalu, harus berbadan hukum Indonesia dan minimal 51% sahamnya dimiliki oleh warga negara atau badan hukum Indonesia. Artinya, bank BUKU IV masuk dalam kriteria ini.
Penetapan bank jangkar ini akan ditentukan oleh Menteri Keuangan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lalu, apa manfaat dan resiko bagi bank yang ditunjuk sebagai bank jangkar?
Baca Juga: Calon kuat bank jangkar cuma Himbara dan BCA?
Jahja Setiaatmaja, Presiden Direktur BCA belum bersedia memberi jawaban lantaran juklak atas PP yang diterbitkan itu belum keluar. "Kita belum bisa jawab, takut salah," ujarnya pada Kontan.co.id, Selasa (12/5).
Haru Koesmahargyo, Direktur Keuangan BRI mengaku siap mendukung kebijakan pemerintah terkait penanggulangan Covid-19. Namun, perseroan masih menunggu aturan teknis PP itu.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso sebelumnya mengatakan, tidak ada resiko yang akan ditanggung bank peserta. Restrukturisasi kredit UMKM memang akan jadi jaminan bank bank yang kekurangan likuiditas untuk bisa dapatkan bantuan itu.
" Tidak ada resiko karena bank jangkar tidak bertanggung jawab atas debitur yang direstrukturisasi, itu tetap tanggung jawab bank yang menjaminkan. Justru bank dapat profit," ujarnya saat rapat bersama Komisi XI, Rabu (6/5).
Baca Juga: Indeks sektor keuangan anjlok 2,33% hari ini, tiga saham bank besar dijual asing
Tidak dijelaskan dengan rinci bagaimana skema bank jangkar bisa dapat untung. Sementara pricing pinjaman likuiditas itu masih dalam pembahasan OJK, BI dan Kementerian Keuangan.
Namun, Wimboh memastikan rate-nya tidak boleh lebih rendah dari fasilitas BI agar tidak menimbulkan moral hazard. "Sebab jika lebih murah dari fasilitas BI, bank malah menjadi first resort, bukan jadi yang terakhir," Pungkasnya.
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menilai skema bank jangkar bakal bantu likuiditas, baik buat bank jangkar sendiri maupun bank pelaksana. “Di tengah maraknya restrukturisasi, tambahan likuiditas pasti akan sangat berguna,” katanya.
Baca Juga: Ada corona, pembiayaan multifinance masih tumbuh 2,49%
Meski begitu, Hans bilang skema itu sejatinya belum cukup membantu pemulihan ekonomi. Perlu ada stimulus langsung kepada pelaku usaha. Misalnya seperti bantuan likuiditas di AS bagi maskapai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News