Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Survei terbaru Sun Life Asia menunjukkan momen penting bagi keberlangsungan usaha keluarga di Asia. Meski sebagian besar pemilik usaha berniat menyiapkan pengaturan warisan, hanya 27% responden yang sudah memiliki rencana penerus usaha yang lengkap, sehingga hampir tiga perempat usaha keluarga masih belum siap. Kesenjangan ini menegaskan perlunya langkah nyata untuk menjaga keberlanjutan usaha dan kesejahteraan yang dihasilkannya.
Usaha keluarga merupakan fondasi ekonomi Asia, dengan 85% perusahaan di kawasan Asia Pasifik dimiliki oleh keluarga. Bersama UKM yang mencakup 97% bisnis di kawasan, Asia juga memiliki porsi signifikan perusahaan keluarga berskala besar. Perusahaan-perusahaan ini mewakili 18% dari 500 perusahaan keluarga terbesar di dunia, menegaskan pentingnya rencana penerus usaha dalam menjaga nilai dan kekayaan lintas generasi.
Maika Randini, Chief Marketing Officer Sun Life Indonesia, mengatakan peralihan kekayaan lintas generasi dalam skala besar sudah berlangsung di Asia, sehingga penting bagi para pemilik usaha untuk mempersiapkan masa depan dan menjaga warisan.
Hanya sedikit pemilik usaha yang memiliki rencana penerus usaha yang jelas, meskipun mayoritas ingin memastikan kekayaan mereka terjaga untuk generasi berikutnya. Menurut survei, meski 94% keluarga pemilik usaha berencana menyiapkan pengaturan warisan menyeluruh, hanya 27% yang memiliki rencana penerus usaha yang sepenuhnya tersusun, membuat masa depan banyak usaha belum pasti.
Baca Juga: Pendapatan Premi TUGU Tumbuh Lampaui Industri
Sebanyak 25% baru memiliki sebagian rencana, 24% sedang menyusunnya, sementara 19% belum memiliki rencana apa pun meskipun berniat melakukannya suatu hari nanti. Tantangan terbesar terlihat di Vietnam, di mana hanya 14% yang memiliki rencana penerus usaha terstruktur, dibandingkan 39% di Indonesia — tertinggi di antara negara yang disurvei. Di Hong Kong, hanya 20% yang memiliki rencana lengkap, sementara di Singapura angkanya mencapai 28%.
Di antara penerus keluarga yang terlibat dalam operasional bisnis, hanya 44% yang menyatakan generasi sebelumnya telah mengomunikasikan rencana warisan secara menyeluruh. Komunikasi ini bahkan lebih jarang terjadi pada keluarga yang penerusnya tidak terlibat dalam bisnis, turun menjadi hanya 27%.
Mayoritas responden yang sudah terlibat dalam bisnis keluarga mengatakan pembahasan warisan dilakukan melalui rapat keluarga formal (57%), diikuti percakapan formal satu lawan satu (52%), dan diskusi informal (43%). Saat ditanya forum ideal untuk membahas warisan, responden tetap memilih rapat keluarga formal (61%), percakapan formal satu lawan satu (50%), dan dokumentasi tertulis (38%) seperti surat wasiat.
Meski banyak yang belum memiliki struktur rencana penerus usaha yang formal, hampir 7 dari 10 keluarga pemilik usaha (69%) menempatkan perlindungan keuangan keluarga sebagai faktor terpenting dalam perencanaan warisan. Prioritas berikutnya adalah memiliki rencana warisan yang jelas dan tersampaikan dengan baik untuk menghindari kebingungan atau perselisihan (54%), serta membangun kekayaan yang cukup untuk diwariskan ke generasi berikutnya (51%).
Lebih dari dua per tiga ingin kekayaan yang ditinggalkan dimanfaatkan untuk pertumbuhan jangka panjang, dengan 68% menginginkan warisan diinvestasikan melalui aset keuangan, asuransi jiwa, atau bisnis keluarga.
Baca Juga: BRI Life Perkuat Inovasi Produk dan Ekspansi Layanan
“Banyak keluarga belum siap menghadapi masa depan, meski memahami pentingnya rencana penerus usaha yang terstruktur. Ini menjadi peluang besar bagi pemilik usaha untuk memperkuat fondasi masa depan, namun banyak yang masih menghadapi risiko yang tidak perlu,” kata Maika dalam keterangannya, Jumat (28/11).
Perbedaan nilai, minat, dan prioritas antara generasi menyebabkan semakin banyak penerus keluarga enggan melanjutkan usaha — baik karena keinginan untuk mandiri, takut akan tanggung jawab, atau memiliki minat dan visi yang berbeda.
Di antara pemilik usaha keluarga yang sudah terlibat aktif, hanya 40% yang percaya generasi berikutnya bersedia penuh melanjutkan bisnis. Di sisi lain, dari penerus keluarga yang tidak terlibat operasional, hanya 31% yang menyatakan bersedia sepenuhnya mengambil alih.












