kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Swasta cuma boleh miliki satu anak usaha bank


Rabu, 20 Februari 2013 / 07:15 WIB
Swasta cuma boleh miliki satu anak usaha bank
Rahma Kharie, pemilik usaha Tahu Tuna yang raup omzet dua kali lipat usai bergabung dengan Rumah UMi.


Reporter: Roy Franedya |

JAKARTA. Kebijakan Bank Indonesia (BI) yang melonggarkan aturan kepemilikan tunggal atau single presence policy (SPP) terancam batal. Pasalnya, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbankan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melarang investor menjadi pemegang saham pengendali (PSP) lebih dari satu bank.

Dalam rapat dengar pendapat antara panitia kerja (Panja) UU perbankan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), semua anggota panja sepakat PSP hanya boleh memiliki satu bank. Aturan ini hanya dikecualikan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam rangka penyelamatan.

Dalam aturan kepemilikan tunggal yang dirilis bank sentral akhir 2012, investor bisa menjadi PSP pada lebih dari satu bank, asalkan membentuk holding company. Selain meningkatkan good corporate governance (GCG), kebijakan itu juga dapat menyumbang pajak lebih tinggi.

Adanya dua aturan bertentangan ini berpotensi memicu ketidakpastian hukum bagi investor. Hal ini akan menimbulkan kebingungan investor dalam memilih posisi.

Ketua Panja UU Perbankan DPR, Harry Azhar Azis, mengatakan dalam aturan tersebut juga akan dipertegas,  bank swasta hanya boleh memiliki satu anak usaha bank. Jadi, harus memilih: punya satu anak usaha bank umum atau bank syariah. 

Aturan ini bertujuan agar bank swasta betul-betul berkompetisi sesuai kemampuan pasar mereka. "Bank pemerintah  mendapat kelonggaran sebab mereka harus menjalankan peran agent development," ujarnya, Selasa (19/2).

Nah, jika ada investor yang menjadi PSP di lebih dari satu bank, DPR berjanji akan memberikan masa transisi yang memadai. Saat ini pembahasan masa transisi masih berlangsung. DPR juga masih mengkaji kepemilikan tunggal di perbankan syariah. Apakah menjalankan prinsip yang sama dengan bank konvensional atau dibebaskan.

Yang menarik, DPR berencana memberikan insentif bagi bank yang merger. Usulannya berupa keringanan pembebanan pajak. Nantinya, Ditjen Pajak hanya boleh mengenakan pajak sesuai dengan valuasi setelah satu tahun merger. Selama transisi, pajak dikenakan ke tiap bank.

Anggota Komisi XI DPR, Dolfi OFP, menilai aturan kepemilikan tunggal BI malah mendorong terjadinya monopoli sektor perbankan di tangan beberapa investor kakap. "Kami ingin manajemen risiko lebih baik di sektor ini," ujarnya.

Dolfi menambahkan, aturan PSP hanya berlaku untuk investor yang memiliki saham minimal 25%. Jika ada investor yang memiliki saham di bawah 25% bisa menempatkan modal di beberapa bank. Dan, selama RUU Perbankan belum rampung, investor dan BI masih bisa menjalankan aturan yang ada. "Seharusnya BI tidak terlalu maju dalam membuat aturan," ujarnya.

Direktur Direktorat Pengaturan Perbankan BI, Irwan Lubis, menyerahkan seluruh masalah ini ke DPR, sebab UU merupakan wewenang DPR. "Kami sudah memberi masukan pada DPR," ujarnya.     n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×