Reporter: Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Lembaga Penjaminan Ekspor Indonesia (LPEI) siap melaju. Tahun depan, lembaga ini akan lebih dalam menyelami bisnis pembiayaan pembangunan smelter atau pabrik pengolahan bahan baku. Bisnis tersebut baru dimulai tahun ini, tapi berprospek cerah.
Dalam kunjungan ke Redaksi KONTAN pekan lalu, I Made Gde Erata, Chairman and Chief Executive Officer (CEO) LPEI, mengatakan sudah empat sampai lima permintaan pembiayaan smelter mengantre. Pembiayaan pembangunan pabrik ini tetap sejalan dengan prinsip LPEI, karena hasil pabrik diekspor.
Tahun ini, LPEI ikut dalam pembiayaan pembangunan dua smelter, yaitu milik PT Indoferro di Cilegon senilai US$ 65 juta dan smelter nikel di Morowali milik PT Sulawesi Mining Investment senilai US$ 25 juta.
Tahun depan, LPEI juga akan mendorong pembiayaan untuk usaha kecil menengah (UKM) yang berorientasi ekspor. Isnen Sutopo, Managing Director LPEI, mengatakan, porsi yang tahun ini sebesar 7% dari total pembiayaan, akan digenjot hingga 10% di tahun depan.
Sepanjang 2013, bisnis LPEI melaju kencang. Total pembiayaan hingga akhir Oktober mencapai Rp 35,86 triliun. Pertumbuhannya 32% dibandingkan Desember tahun lalu. Sektor industri terbesar yang dibiayai selama ini adalah tekstil dan kelapa sawit. Di akhir tahun, LPEI yakin bisa mengucurkan pembiayaan hingga Rp 36,5 triliun.
Untuk mendorong laju pembiayaan, tahun depan LPEI akan mencari pembiayaan asing dan rupiah. Porsinya diperkirakan sama besar. Salah satu sumber pendanaan adalah penerbitan obligasi rupiah hingga Rp 8 triliun.
Laju ekspansi pembiayaan yang besar menyumbang laba perusahaan. Hingga akhir September lalu, LPEI mencatat laba Rp 652,31 miliar, lebih tinggi 77% dibanding periode setahun sebelumnya.
Basuki Setyadjid, Direktur Keuangan LPEI, menjelaskan perolehan laba tersebut melampaui target setahun yang sebesar Rp 640 miliar. Dia memperkirakan, perusahaan bisa mengantongi laba Rp 670 miliar di akhir tahun nanti.
Manajemen mengakui, pertumbuhan laba LPEI juga didorong penguatan dollar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah. Di atas kertas, laba perusahaan yang dicatat dalam rupiah menjadi lebih besar. Perusahaan yang memiliki tiga kantor wilayah ini juga menjaga efisiensi. Manajemen juga mengklaim, ada penurunan cadangan kerugian penurunan nilai aset.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News