Reporter: Yuliani Maimuntarsih | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Lembaga Penjaminan Ekspor Indonesia (LPEI) bakal semakin deras mengucurkan kredit ekspor tahun depan. Manajemen bilang, tahun depan pemerintah siap mengucurkan tambahan permodalan.
LPEI akan mendapat modal segar Rp 1 triliun di tahun depan menjadi Rp 9 triliun. Basuki Setyadjid, Direktur LPEI, belum mau merinci penggunaan dana tersebut. "Ini untuk memperkuat pembiayaan," kata dia, Kamis (31/10).
Tambahan dana ini untuk mengakomodasi laju pembiayaan LPEI yang melaju kencang. Hingga akhir September lalu, perusahaan yang dulu bernama Indonesia Eximbank ini menyalurkan kredit hingga Rp 35,6 triliun, lebih tinggi 32,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Meski mantap melaju, pembiayaan LPEI di sektor usaha kecil menengah (UKM) terbilang mini. Basuki bilang, porsi pembiayaan untuk sektor kecil ini baru sebesar Rp 2,7 triliun, atau kurang dari 10% dari total pembiayaan LPEI.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mencetuskan, LPEI mendatang harus mengalokasikan porsi 20% untuk UKM. " "Dengan begitu, LPEI membantu meningkatkan kesejahteraan UMKM di dalam negeri," kata Harry Azhar Aziz, Wakil Ketua Komisi XI DPR.
Tahun ini LPEI menargetkan pembiayaan UKM mencapai Rp 3,5 triliun. Namun, Basuki mengakui, ada kendala dalam penyaluran kredit untuk sektor kecil ini.
Salah satu kendala terbesarnya adalah jumlah cabang LPEI yang terbatas. Saat ini LPEI hanya memiliki tiga cabang untuk UKM, yaitu di Surabaya, Makasar dan Medan. Jumlah ini jelas terbilang kerdil dibandingkan dengan jumlah unit bank yang fokus dengan kredit kecil. Bank Rakyat Indonesia (BRI) misalnya, saat ini memiliki sekitar 2.356 unit Teras BRI yang fokus menyalurkan kredit UMKM.
Untuk meningkatkan pembiayaan di sektor UKM, LPEI akan menambah cabang baru. "Tahun depan kami akan buka cabang baru di Solo," tutur Basuki.
LPEI mengatakan, akan membiayai beragam sektor UKM dengan batas maksimun kredit Rp 50 miliar. "Tidak ada perusahaan khusus, yang penting perusahaan itu untuk ekspor," kata Basuki.
Sektor yang paling banyak mendominasi pembiayaan adalah perusahaan tekstil, sekitar 20%. Selebihnya perusahaan sawit, kopi, karet, hingga cokelat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News