Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
Dua kelas BUKU ini juga bakal paling kena dampak paling besar. BUKU 1 tentu mesti berjibaku meningkatkan modalnya. Pun BUKU 2 yang juga masih banyak yang modal intinya kurang dari Rp 1,5 triliun.
“Kalau sudah waktunya namun belum bisa memenuhi ketentuan tersebut, bank tinggal pilih mau likuidasi, turun kelas jadi BPR, atau tetap beroperasi dengan kegiatan yang terbatas,” ungkap Heru.
Menanggapi hal ini, Direktur Keuangan PT Bank Sahabat Sampoerna Hengky Suryaputra bilang ketentuan ini sejatinya terlalu cepat. Sebab, perbankan butuh lebih banyak waktu untuk meningkatkan modalnya.
Baca Juga: Menkeu akan lihat opsi BUMN urus keuangan Jiwasraya dan Asabri
“Jika benar diterapkan modal minimum menjadi Rp 3 triliun pada 2022 sepertinya agak terlalu cepat. Karena artinya bank mesti meningkatkan modal minimum lebih dari 15 kali lipat dibandingkan ketentuan saat ini,” katanya kepada Kontan.co.id..
Maklum, Bank Sampoerna yang kini bertengger jadi anggota BUKU 2 modal intinya per September 2019 lalu juga masih mini senilai Rp 1,59 triliun. Meski demikian, Hengky bilang jika kelak diimplementasikan perseroan pasti akan memenuhi ketentuan tersebut. Pemegang saham disebutnya juga berkomitmen untuk tambah modal perseroan.
Sepanjang sembilan bulan pada 2019 lalu, pemegang saham perseroan juga telah tercatat menambah modal Rp 265 miliar. Ini juga yang bikin rasio kecukupan modal Bank Sampoerna per kuartal III-2019 tercatat cukup tebal sebesar 20,94%.
Baca Juga: Komisi III DPR RI dan Kejagung adakan rapat soal Jiwasraya, ini yang dibahas