Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal segera menerbitkan beleid soal batas minimum peningkatan modal bank umum menjadi Rp 3 triliun pada 2022 mendatang. Sejumlah sanksi juga tengah disiapkan Otoritas untuk bank yang tak dapat memenuhi ketentuan baru ini.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana bilang sanksi paling berat bisa dikenakan berupa penurunan kelas bank, dari bank umum menjadi bank perkreditan rakyat (BPR).
Baca Juga: OJK: Pembentukan lembaga penjamin polis setelah industri asuransi sehat
“Kalau bank tidak bisa memenuhi ketentuan tersebut ada konsekuensinya. Bisa diberikan beberapa konsekuensi: pembatasan kegiatan perbankan, hingga penurunan kelas jadi BPR,” kata Heru di Jakarta, Kamis (16/1).
Meski demikian, Heru bilang Otoritas bakal memberikan waktu bagi bank untuk memenuhi ketentuan modal tersebut secara bertahap. Dimulai tahun ini seiring terbitnya beleid terkait yang ditargetkan meluncur pada akhir Januari atau awal Februari hingga 2022 mendatang.
Saat beleid terbit, Heru bilang ketentuan modal minimum akan menjadi Rp 1 triliun, kemudian pada 2021 menjadi Rp 2 triliun, dan 2022 sebesar Rp 3 triliun. Sayangnya, Heru enggan merinci bagaimana beleid ini bakal berdampak terhadap klasifikasi bank umum kegiatan usaha (BUKU) industri perbankan nasional.
“Kami tidak bicara soal ketentuan BUKU, pokoknya ketentuan modal inti minimum bank pada 2022 akan menjadi Rp 3 triliun,” lanjut Heru.
Baca Juga: Bakal dirombak, begini gambaran pengawasan Industri Keuangan Non Bank oleh OJK
Padahal ketentuan ini tentu saja bakal mengubah klasifikasi BUKU, terutama BUKU 1 yang bermodal inti di bawah Rp 1 triliun, dan BUKU 2 dengan modal inti dari Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun.
Dua kelas BUKU ini juga bakal paling kena dampak paling besar. BUKU 1 tentu mesti berjibaku meningkatkan modalnya. Pun BUKU 2 yang juga masih banyak yang modal intinya kurang dari Rp 1,5 triliun.
“Kalau sudah waktunya namun belum bisa memenuhi ketentuan tersebut, bank tinggal pilih mau likuidasi, turun kelas jadi BPR, atau tetap beroperasi dengan kegiatan yang terbatas,” ungkap Heru.
Menanggapi hal ini, Direktur Keuangan PT Bank Sahabat Sampoerna Hengky Suryaputra bilang ketentuan ini sejatinya terlalu cepat. Sebab, perbankan butuh lebih banyak waktu untuk meningkatkan modalnya.
Baca Juga: Menkeu akan lihat opsi BUMN urus keuangan Jiwasraya dan Asabri
“Jika benar diterapkan modal minimum menjadi Rp 3 triliun pada 2022 sepertinya agak terlalu cepat. Karena artinya bank mesti meningkatkan modal minimum lebih dari 15 kali lipat dibandingkan ketentuan saat ini,” katanya kepada Kontan.co.id..
Maklum, Bank Sampoerna yang kini bertengger jadi anggota BUKU 2 modal intinya per September 2019 lalu juga masih mini senilai Rp 1,59 triliun. Meski demikian, Hengky bilang jika kelak diimplementasikan perseroan pasti akan memenuhi ketentuan tersebut. Pemegang saham disebutnya juga berkomitmen untuk tambah modal perseroan.
Sepanjang sembilan bulan pada 2019 lalu, pemegang saham perseroan juga telah tercatat menambah modal Rp 265 miliar. Ini juga yang bikin rasio kecukupan modal Bank Sampoerna per kuartal III-2019 tercatat cukup tebal sebesar 20,94%.
Baca Juga: Komisi III DPR RI dan Kejagung adakan rapat soal Jiwasraya, ini yang dibahas
“Selama lima tahun terakhir pemegang saham telah menunjukkan komitmennya untuk meningkatkan modal bank sesuai kebutuhan dan mematuhi ketentuan yang ada,” sambungnya.
Hal senada juga diungkapkan Direktur Utama PT Bank Maspion Tbk (BMAS) Herman Halim. Ia bilang, selain soal ekonomi yang belum stabil, ketentuan anyar ini sejatinya juga bakal jadi beban bagi bank kecil.
Baca Juga: Jadi bank digital, Bank Royal siap tawarkan bunga simpanan tinggi
“Saya kira OJK terlalu terburu-buru, menerbitkan ketentuan konsolidasi ini. Apalagi saat ini sejumlah ketentuan juga membuat bank mengeluarkan biaya tambahan, ini belum termasuk iuran rutin ke OJK,” katanya kepada Kontan.co.id belum lama ini.
Apalagi bagi perseroan yang per September 2019 lalu modal intinya juga masih senilai Rp 1,16 triliun. Jika ketentuan penambahan modal tersebut jadi diberlakukan perseroan memang butuh tambahan modal yang tak sedikit.
Meski demikian, Herman mengaku saat ini perseroan tengah menggelar uji tuntas guna menyiapkan aksi penambahan modal. Sayangnya, ia belum mau menyebutkan berapa target dana yang bisa dihimpun Bank Maspion.
Baca Juga: OJK yakin perbaikan kinerja sektor jasa keuangan berlanjut di 2020, ini alasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News