kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.679.000   8.000   0,48%
  • USD/IDR 16.280   -60,00   -0,37%
  • IDX 6.874   42,67   0,62%
  • KOMPAS100 1.027   9,18   0,90%
  • LQ45 804   7,61   0,95%
  • ISSI 209   1,79   0,86%
  • IDX30 417   3,07   0,74%
  • IDXHIDIV20 502   3,96   0,79%
  • IDX80 117   1,16   1,00%
  • IDXV30 121   0,44   0,36%
  • IDXQ30 137   1,02   0,75%

Taksonomi Hijau Jilid 2 Akan Ciptakan Keuangan Berkelanjutan yang Lebih Inklusif


Selasa, 18 Februari 2025 / 23:30 WIB
 Taksonomi Hijau Jilid 2 Akan Ciptakan Keuangan Berkelanjutan yang Lebih Inklusif
ILUSTRASI. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso saat Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2022 dan Peluncuran Taksonomi Hijau Indonesia.


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) Versi 2 pada 11 Februari 2025 guna mendukung komitmen Indonesia dalam mencapai nol emisi karbon dan tujuan pembangunan berkelanjutan.  
 
Taksonomi ini diharapkan dapat berkembang sesuai dengan perkembangan yang ada dan terus mendorong alokasi modal dan pembiayaan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian komitmen NZE Indonesia.  
 
Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK menjelaskan bahwa TKBI merupakan pengembangan dari versi 1 yang telah diluncurkan pada Februari 2024, dimana memuat terkait sektor energi dari lima fokus sektor NDC Indonesia. “Versi kedua mencakup sektor konstruksi dan real estate, transportasi dan pergudangan, serta sebagian sektor pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya,” ungkap Mahendra, belum lama ini

Penasihat Keuangan Berkelanjutan PwC Indonesia, Yuliana Sudjonno menyebut bahwa peluncuran TKBI Versi 2 menunjukkan keseriusan OJK membuat arahan yang dapat meminimalisir multitafsir dan juga pratik greenwashing dalam implementasi aktivitas ekonomi berkelanjutan.

Baca Juga: Sejumlah Bank Besar Genjot Pembiayaan Berkelanjutan pada 2024, Siapa Jawaranya?

Dia menjelaskan, keberlanjutan membutuhkan upaya dari semua pihak pelaku ekonomi, tidak terbatas pada sektor tertentu atau perusahaan besar saja. 

“Melalui TKBI versi 2  akan semakin banyak sektor yang dapat melakukan penilaian sendiri  terkait dengan kesesuaian aktivitas ekonomi mereka dengan klasifikasi berdasarkan taksonomi yang ada, serta mendukung pelaku usaha dalam menerima pembiayaan berkelanjutan,”kata Yuliana dalam keterangannya, Selasa (18/2).

Yuliana melihat TKBI versi 2 telah dirancang dengan inklusif sehingga dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan penilaian atas aktivitas ekonomi korporasi, UMKM, dan konsumtif.
 
Ia menjelaskan salah satu aspek utama dalam TKBI Versi 2 adalah penerapan pendekatan multi level dalam penilaian aktivitas ekonomi yang bertujuan untuk memastikan pemenuhan standar ilmiah yang jelas sebelum perusahaan dapat mengklaim produknya ramah lingkungan. 

Kedua versi TKBI telah memiliki kombinasi standar teknis Technical Screening Criteria (TSC) dan Sector-agnostic Decision Tree (SDT). Melalui keduanya, setiap aktivitas harus memenuhi standar teknis tertentu sebelum dapat dikategorikan sebagai berkelanjutan. 

Baca Juga: Pembiayaan Hijau di Global Hilang Pamor, Perbankan Indonesia Jangan Kasih Kendor

“Di TKBI Versi 2 penerapan kriteria ini diperluas ke sektor-sektor selain energi, antara lain konstruksi dan real estate, transportasi & penyimpanan, serta Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lainnya (AFOLU),” jelas Yuliana.

Sebagai informasi, TKBI Versi 2 memperluas cakupan sektor industri utama yang berkontribusi signifikan terhadap keberlanjutan dan transisi ekonomi hijau. Sektor Energi mencakup pengembangan energi terbarukan, percepatan penghentian PLTU, serta teknologi Carbon Capture and Storage (CCS). 

Kemudian, sektor Konstruksi & Real Estate (C&RE) mengatur bangunan hijau serta pemukiman berkelanjutan. Sektor Transportasi & Penyimpanan (T&S) berfokus pada kendaraan listrik, Sustainable Aviation Fuel (SAF), serta transportasi publik rendah emisi. Sementara itu, sektor Pertanian, Kehutanan, dan Penggunaan Lahan Lainnya (AFOLU) mencakup pengelolaan hutan lestari, perkebunan berkelanjutan, serta konservasi lahan karbon tinggi. 

Yuliana juga menjelaskan konsep Do No Significant Harm (DNSH) dan Social Aspect (SA) yang implementasinya diperluas melalui TKBI Versi 2 ini. 

“DNSH memastikan bahwa sebuah aktivitas yang dikategorikan hijau tidak merusak tujuan lingkungan lainnya, seperti perlindungan keanekaragaman hayati dan pengelolaan limbah. Sementara itu, aspek sosial turut diperhitungkan dalam penilaian, termasuk perlindungan hak pekerja dan kesejahteraan masyarakat terdampak,” imbuhnya. 

Baca Juga: Bank Mandiri Perkuat Komitmen Hijau Melalui Perdagangan Karbon

Interoperabilitas dengan standar global juga menjadi fokus dalam TKBI Versi 2. Dengan menyesuaikan kerangka kerja ini dengan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance dan standar internasional lainnya, taksonomi ini memastikan penyelarasan kebijakan nasional dengan praktik terbaik di level regional dan global. 

Selain itu, Yuliana menyebutkan bahwa  klasifikasi kategori transisi dan tidak memenuhi klasifikasi dalam TKBI juga dirancang untuk mencegah perusahaan secara prematur mengklaim diri sebagai entitas hijau. 

“Dengan perluasan cakupan ini, TKBI Versi 2 tidak hanya memperkuat komitmen Indonesia mewujudkan ekonomi berkelanjutan, tetapi dapat membantu memperkecil celah bagi praktik greenwashing, sehingga menjadi instrumen penting dalam membangun kepercayaan investor terhadap produk keuangan hijau, serta memastikan bahwa investasi yang dilakukan benar-benar berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat,” tutup Yuliana.

Selanjutnya: Saham Milik Konglomerat Prajogo Pangestu Banyak Dilepas Asing, Selasa (18/2)

Menarik Dibaca: Simak Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Pada Rabu, 19 Februari 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×