Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Fasilitas kredit yang belum ditarik nasabah (undisbursed loan) terlihat kian membengkak.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), undisbursed loan pada Maret 2025 mencapai Rp 2.354,5 triliun, meningkat 13,21% secara tahunan atau year on year (YoY).
Jika dilihat dari sisi permodalannya, kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 3 masih menjadi kelompok dengan kredit menganggur terbanyak, mencapai Rp 913,42 triliun, tumbuh 10,59% YoY. Disusul dengan peningkatan kredit menganggur di jajaran KBMI 4 yang tercatat mencapai Rp 893,25 triliun, dan menjadi kelompok dengan peningkatan UL tertinggi yakni 15,86% YoY.
Selanjutnya, KBMI 2 mencatatkan pertumbuhan UL sebesar 15,19% YoY menjadi Rp 436,49 triliun per Maret 2025. Serta KBMI 1 dengan UL tumbuh sebesar Rp 121,33 triliun, meningkat 7,75% YoY.
Baca Juga: Ada Harapan Kredit Sindikasi Perbankan Kian Membaik pada Semester II-2025
Sementara itu, dilihat berdasarkan kepemilikannya, bank umum swasta nasional (BUSN) mencatatkan kredit menganggur mencapai Rp 1.536,18 triliun, tumbuh 11,22% YoY pada tiga bulan pertama tahun ini. Adapun fasilitas kredit yang belum ditarik debitur dari bank persero tumbuh tinggi 23,07% YoY menjadi Rp 479,51 triliun.
Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo menilai, kredit menganggur bank masih tumbuh tinggi karena sejumlah faktor, seperti ketidakpastian ekonomi global yang memengaruhi permintaan kredit produktif maupun konsumtif.
Selain itu, proyek-proyek infrastruktur yang terkesan berjalan lambat akibat penyesuaian prioritas pemerintah dinilai turut memperbesar porsi kredit yang belum dicairkan.
"Bank juga menerapkan pengetatan syarat pencairan kredit di tengah upaya menjaga kualitas portofolio kredit mereka agar tetap sehat, terutama pada sektor berisiko tinggi seperti properti dan perdagangan," kata Arianto kepada kontan.co.id.
Di sisi lain, kata Arianto banyak debitur korporasi maupun UMKM yang mengalami kendala dalam operasional, sehingga belum optimal dalam memanfaatkan fasilitas kredit yang tersedia.
Menurut Arianto, kredit menganggur terutama terkonsentrasi di sektor properti, infrastruktur, dan manufaktur. Sektor properti menghadapi tantangan besar akibat daya beli masyarakat yang lemah, backlog perumahan yang tinggi, serta tekanan likuiditas dari pengembang.
Pada sektor infrastruktur, pencairan kredit sering tertunda karena proyek strategis terhambat oleh faktor teknis seperti pembebasan lahan atau kendala investasi swasta. Sektor manufaktur juga menyumbang kredit menganggur yang signifikan akibat rendahnya permintaan pasar global yang berdampak pada kapasitas produksi domestik.
Selain itu, sektor perdagangan dan startup teknologi juga berkontribusi, dengan banyak rencana investasi yang masih dalam tahap penjajakan sehingga belum memanfaatkan kredit secara penuh.
Baca Juga: Kualitas Kredit Perbankan Kian Memburuk, Ini Indikatornya
"Tren di tahun 2025 menunjukkan kredit menganggur meningkat, meskipun pertumbuhan kredit keseluruhan tetap positif namun melambat," ucap Arianto.
Selain itu, daya beli masyarakat yang masih tertekan akibat inflasi dan ketidakpastian ekonomi membuat permintaan kredit konsumtif rendah, sementara kredit produktif juga terhambat oleh belum terlihat bergeraknya investasi swasta dan pendanaan fokus pada non bank financing.
Arianto menuturkan, dalam situasi ini, bank cenderung lebih fokus pada restrukturisasi kredit bermasalah daripada ekspansi baru. Untuk mengatasi tantangan ini, Arianto menyarankan bank dapat mendorong kredit ke sektor produktif seperti manufaktur, pertanian, dan logistik yang berpotensi tumbuh.
"Selain itu, inovasi kredit mikro berbasis digital, kolaborasi dengan fintech, serta program stimulus pemerintah dapat menjadi strategi untuk mempercepat pencairan kredit. Penurunan suku bunga kredit juga menjadi peluang untuk menarik minat debitur di berbagai sektor," jelasnya.
Di jajaran bank beraset jumbo, nilai kredit menganggur tertinggi dicatatkan oleh PT Bank Central Asia dengan nilai kredit menganggur mencapai Rp 418,43 triliun per Mei 2025, atau meningkat 4,62% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn mengatakan, pada umumnya, kinerja industri perbankan akan sejalan dengan kondisi perekonomian.
Hera menegaskan, bahwa BCA berkomitmen menyalurkan kredit secara pruden, sekaligus mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko disiplin.
"Kami optimistis 2025 akan menawarkan berbagai peluang baru bagi industri perbankan, mengingat prospek ekonomi Indonesia yang tetap positif," ungkapnya.
BCA juga disebut akan terus mendorong penyaluran kredit ke berbagai segmen dan sektor, dalam rangka mendukung perekonomian nasional.
Baca Juga: Pelan-Pelan Kualitas Kredit Perbankan Kian Memburuk
Pertumbuhan kredit menganggur juga dialami oleh PT Bank Mandiri Tbk. Bank berlogo pita emas ini memiliki kredit menganggur per Mei 2025 mencapai Rp 262,8 triliun atau naik 7,97% YoY.
Meski demikian, catatan tersebut sudah mulai turun jika dibandingkan dengan posisi akhir 2024. Pada periode Desember 2024, kredit menganggur Bank Mandiri senilai Rp 267,3 triliun.
Corporate Secretary Bank Mandiri M Ashidiq Iswara bilang salah satu alasan adanya undisbursed loan ini adalah belum sepenuhnya pencairan kredit dilakukan sesuai jadwal. Ini dampak dari adanya proyek atau kredit investasi yang masih dalam proses.
“Kami selalu menjaga keseimbangan antara pinjaman dan pencairan guna memastikan pengelolaan risiko yang baik,” ujar Ashidiq.
Lebih lanjut, pihaknya menilai pencairan fasilitas kredit akan menunjukkan perbaikan di separuh kedua tahun ini. Salah satunya didukung percepatan belanja fiskal dan akselerasi program pemerintah pada periode tersebut.
Selanjutnya: Beasiswa Unggulan 2025 untuk S2, Ini Syarat Daftarnya
Menarik Dibaca: Mau Basah,Berlumpur,atau Romantis? ATV Ubud Ada Rute Rahasia Buat Semua Gaya Liburan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News