Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Taspen (Persero) sepertinya cukup percaya diri menjalani tahun kuda kayu ini. Tengok saja, perusahaan asuransi sosial pelat merah ini menargetkan meraih laba Rp 3,9 triliun atau bertumbuh 200% ketimbang pencapaian tahun lalu yang hanya sekitar Rp 1,3 triliun.
Padahal, meskipun pertumbuhan laba perseroan melesat 757,9% atau mencapai Rp 1,75 triliun hingga pertengahan tahun ini, bukan perkara gampang untuk menebalkan kantong dengan menambah Rp 2,15 triliun di paruh kedua ini.
Kendati demikian, Iqbal Latanro, Direktur Utama Taspen mengaku optimistis dapat merealisasikan target tersebut. “Strateginya, mencari instrumen investasi yang lebih baik lagi untuk penghasilan investasi. Saya kira, deposito masih akan dipertahankan karena bunganya saat ini cukup baik,” ujar Iqbal, kemarin (14/8).
Taspen tercatat menempatkan 71,68% dana investasinya di obligasi, sukuk dan KIK-EBA, sedangkan 23,56% lainnya ditaruh di keranjang deposito, dan 4,77% sisanya diparkir di saham dan lain-lain. Per 30 Juni 2014, total dana investasi perseroan mencapai Rp 114,16 triliun atau tumbuh 15,68% (year on year) dengan hasil investasi mencapai Rp 5,20 triliun atau naik 23,31%.
Strategi lain, yakni menaikkan premi atau iuran peserta dan menambahkan manfaat sebagai gantinya. Perseroan berancang-ancang menambahkan premi atau iuran sebesar 0,2% untuk manfaat kecelakaan diri dan 0,3% untuk manfaat kematian.
“Tetapi, usulan menaikkan premi masih menunggu persetujuan dari Kementerian Keuangan,” terang dia.
Sekadar informasi saja, hingga saat ini, Taspen menjalankan dua program, yakni Tunjangan Hari Tua (THT) dan pensiun. Premi atau iuran dari masing-masing program adalah sebesar 3,25% dan 4,75% dari gaji pokok peserta.
Secara total, peserta yang notabene Pegawai Negeri Sipil (PNS) ini membayar iuran 8% dari gaji pokoknya setiap bulan.
Optimisme lain, sambung Iqbal, perubahan usia harapan hidup dari 85 tahun menjadi 80 tahun dan perubahan usia pensiun dari 56 tahun menjadi 58 tahun. Sehingga, pencadangannya semakin susut.
“Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara berdampak pada penundaan pensiun peserta dari yang seharusnya 179.000 orang menjadi hanya 77.000 orang,” imbuh Iqbal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News