kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.889   41,00   0,26%
  • IDX 7.204   63,03   0,88%
  • KOMPAS100 1.106   10,86   0,99%
  • LQ45 878   11,63   1,34%
  • ISSI 221   0,93   0,42%
  • IDX30 449   6,38   1,44%
  • IDXHIDIV20 540   5,74   1,07%
  • IDX80 127   1,43   1,14%
  • IDXV30 135   0,66   0,49%
  • IDXQ30 149   1,74   1,18%

Tekan risiko kredit, bank pupuk pencadangan tinggi tahun ini


Kamis, 24 Januari 2019 / 16:43 WIB
Tekan risiko kredit, bank pupuk pencadangan tinggi tahun ini


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini, perbankan masih berhati-hati mengantisipasi risiko kredit bermasalah. Hal ini tercermin dari naiknya rasio rasio pencadangan atau coverage ratio lantaran bank terus memupuk pencadangan guna menahan laju potensi kredit bermasalah.

PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) misalnya yang sejak tahun lalu terus memupuk rasio pencadangan. Direktur Keuangan BNI Anggoro Eko Cahyo menjelaskan per akhir 2018 posisi coverage ratio BNI ada di level 152,9% naik dari tahun 2017 sebesar 148%. Rasio tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak empat tahun terakhir.

Cara BNI menghadang kredit bermasalah cukup efektif, terbukti pada 2018 pihaknya mampu menekan non performing loan (NPL) hingga ke 1,9%. Jauh lebih rendah dari tahun sebelumnya 2,3%. 

Tak hanya itu, posisi biaya kredit atau credit cost (CoC) bank berlogo 46 ini ikut susut menjadi 1,4% pada 2018 dibanding tahun sebelumnya 1,6%.

Sementara di tahun 2019, BNI berniat untuk menambah rasio tersebut menjadi 153%-160%. "Proyeksi kami NPL maksimal 1,9%-2% dan coverage ratio tahun ini sebesar 153%-160%," ujarnya di Jakarta, Rabu (23/1).

Sebagai informasi saja, pada tahun lalu ada tiga sektor kredit yang memberi dampak paling tinggi bagi BNI. Antara lain sektor pertambangan khususnya pengeboran yang memberi NPL sebesar Rp 1,3 triliun karena pembayaran yang molor, kedua sektor manufaktur di bidang kertas dan pengemasan dengan sumbangan NPL sebesar Rp 626 miliar serta manufaktur atau produksi kompor sebesar Rp 331 miliar.

Berdasarkan segmennya, tercatat kredit menengah masih memiliki NPL tertinggi sebesar 2,6%, disusul konsumer 2,1%, kredit korporasi 1,7% dan kredit kecil 1,6% pada tahun 2018 lalu.

Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) tahun ini belum berniat untuk menambah rasio pencadangan. Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja beranggapan saat ini posisi pencadangan BCA sudah cukup tinggi.

Menurut catatan Jahja, per akhir 2018 coverage ratio BCA sudah mencapai 187%. Sementara untuk NPL masih terjaga rendah di kisaran 1,4%-1,5%. "Tidak perlu (menambah coverage ratio) sudah cukup sebesar itu," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (24/1).

Direktur Resiko, Strategi dan Kepatuhan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) juga berniat menambah pencadangan lagi di tahun ini menjadi 53% dari posisi tahun 2018 sekitar 42%. Hal ini dilakukan BTN untuk menjaga NPL di bawah 2,4%.

"Di tahun ini target kami bisa menurunkan NPL lagi, mungkin di bawah 2%," tuturnya. 

Sebelumnya, BTN menjelaskan kalau potensi NPL BTN mayoritas bersumber dari kredit pemilikan rumah (KPR) non subsidi dan kredit konstruksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×