Reporter: Adrianus Octaviano, Ferry Saputra | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penguatan industri dana pensiun telah menjadi salah satu fokus yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini. Terlebih, peta jalan pengembangan dan dana pensiun baru saja diluncurkan pada Juli lalu.
Lantas, bagaimana kalau OJK sebagai regulator justru memiliki dana pensiun? Akankah, dana pensiun milik OJK ini bisa terbebas dari intervensi, terlebih dalam investasinya juga di saham maupun obligasi milik emiten yang diawasi oleh OJK.
Baca Juga: Pengamat Menilai Pembentukan Dapen OJK Berpotensi Timbulkan Konflik Kepentingan
Berdasarkan data investasi dapen OJK tahun 2020 yang diperoleh Kontan, dapen milik regulator ini tercatat berinvestasi di Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap II Tahun 2018 seri B senilai Rp 5 miliar dengan kupon 8,25%. Di mana, obligasi tersebut kini berstatus gagal bayar.
Ketika dikonfirmasi, Direktur Utama Dana Pensiun Arif Zainuddin Ahmad mengungkapkan bahwa dapen OJK tak tersangkut gagal bayar tersebut. Sebab, pihaknya telah melepas surat utang tersebut lima bulan sebelum gagal bayar.
“Kita sudah jual lima bulan sebelumnya, itu kira-kira di Agustus 2022,” ujar Arif kepada Kontan.co.id, Selasa (22/10).
Baca Juga: ADPI Sebut Pendirian Dana Pensiun OJK Tak Timbulkan Konflik Kepentingan
Hanya saja, ia mengklaim bahwa itu bukanlah sebuah tanda adanya intervensi dari OJK sebagai pendiri. Di mana, OJK sebagai regulator bisa lebih dulu mencium adanya gagal bayar dari emiten yang mereka awasi.
Ia bilang untuk kasus gagal bayar PT Waskita Karya Tbk ini, semua orang pasti mengetahui adanya pemburukan kinerja sejak 2020. Namun, ia mengaku belum menjual itu karena ada harapan kinerjanya akan membaik.
“Cuma kalau mau dijual waktu itu sayang, karena kuponnya besar,” ujar Arif.
Lebih lanjut, ia bilang baru memutuskan menjual pada Agustus 2022 dikarenakan saat melihat laporan keuangan Waskita, ia menilai berat bagi perusahaan untuk melunasi surat utang tersebut.
Baca Juga: Mulai Bulan Ini Dana Pensiun Tak Lagi Bisa Dicairkan Sebelum 10 Tahun
Arif menjelaskan dalam melepas aset investasinya, ada beberapa pendekatan yang dimiliki. Jika ada berbenturan dengan kasus hukum dia langsung menjual dan jika berkaitan dengan kinerja maka tidak akan langsung melepas begitu saja.
Ia juga menegaskan bahwa dapen OJK ini merupakan perseroan terbatas yang terlepas dari OJK. Meski, pendiri dapen OJK merupakan dewan komisioner OJK yang saat ini menjabat.
“Kami rapat dengan pendiri juga hanya setahun sekali, itu pun hubungannya dengan aktuaris,” ujar Arif.
Di sisi lain, ia pun menyebutkan bahwa saat ini pihaknya juga obligasi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) yang saat ini sedang dalam restrukturisasi.
Namun, ia bilang kejadian tersebut terjadi kala dirinya belum menjadi sebagai Dirut Dapen OJK.
Baca Juga: Penyebab Aset Dana Pensiun Tetap Tumbuh di Tengah Tingginya Angka PHK
Lebih lanjut, Arif bilang saat ini Dapen OJK mayoritas berinvestasi di surat berharga sekitar 92%, mayoritas di Surat Berhaga Negara dan Sukuk Negara.
Namun, ia tak menampik bahwa masih berinvestasi di saham dengan sekitar 1% total portofolio. Saham yang dimiliki antara lain PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk, dan PT Bank Tabungan Negara Tbk.
“Imbal hasil kita rata-rata 7% dan di 2023 kemaren di 9,1%. Kalau di DPLK mungkin tidak sampai segitu,” tandasnya.
Menanggapi kemungkinan adanya konflik kepentingan, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara menegaskan bahwa Dapen OJK sama dengan Dapen lainnya. Artinya, tetap diatur dan diawasi oleh OJK.
“Dapen OJK harus mengikuti aturan OJK tanpa terkecuali,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Yanuar Rizky berpendapat sebagai institusi negara pemberi kerja yang terpisah dari APBN (BUMN, BI, OJK, LPS), maka juga perlu mengelola dana pensiun para pegawai.
Baca Juga: Return Investasi Dana Pensiun Turun Dalam 5 Tahun Terakhir, Ini Penyebabnya
Dia bilang ada model membentuk institusi dapen sendiri, ada juga yang menjadi peserta dari dapen pihak ketiga. Dalam hal itu, dia bilang BUMN besar, BI, dan OJK memilih membentuk sendiri dapen.
Terkait Dapen OJK, Yanuar berpendapat OJK yang membentuk dapen sendiri tentu berpotensi menimbulkan conflict of interest atau konflik kepentingan.
"Untuk kasus OJK, tentu ada konflik kepentingan. Sebab, pengawas dan regulator dana pensiun juga peserta dari Dapen OJK," ucapnya kepada Kontan, Minggu (27/10).
Yanuar menyebut karena anti konflik kepentingan adalah masalah prinsip dasar di industri keuangan, maka seharusnya OJK tidak memiliki dapen. Dia menganggap seharusnya OJK menyalurkan pengelolaan dapen para pegawai ke pihak ketiga.
"Prinsip konflik kepentingan adalah dasar tata kelola industri keuangan dan OJK merupakan pengawas industri keuangan. Kalau dapen BI, BI itu bukan pengawas maupun otoritas dapen," kata Yanuar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News