Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemain fintech pembayaran yang menjalankan bisnis uang elektronik bisa memanfaatkan captive market. Langkah ini sudah dijalankan oleh PT Visionet Internasional atau yang lebih dikenal sebagai OVO yang menyasar karyawan Lippo Group sebagai salah satu pemegang saham.
Karyawan Lippo Group selain mendapatkan gaji yang dibayarkan lewat rekening bank, juga mendapatkan tunjangan yang disalurkan lewat OVO. Dian (24) salah seorang karyawan Lippo Group menyebut tunjangan yang nominalnya 10% dari gaji yang dia peroleh disalurkan lewat OVO.
Baca Juga: Bank Mandiri sediakan dana Rp 200 miliar untuk bekerjasama dengan Investree
Langkah meningkatkan transaksi lewat captive market sebenarnya juga bisa diterapkan oleh PT Espay Debit Indonesia Koe sebagai operator DANA. Dompet digital ini bisa saja menyasar karyawan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. Lantaran emiten dengan sandi saham EMTK itu merupakan salah satu pemegang saham DANA.
Chief Executive Officer DANA Vincent Iswara menyebut masih akan mempelajari strategi ini. “EMTK adalah investor kita juga. Untuk rencana gaji masih kita pelajari. Kalo sudah ada kabar kita pasti kita kabari,” ujar Vincent kepada Kontan.co.id pada Rabu (18/12).
Hingga saat ini terdapat lebih dari 30 juta masyarakat yang kini telah mengandalkan DANA, dan para pengguna baru yang akan terus bertambah. Padahal dalam catatan Kontan.co.id, per Juli 2019, pengguna DANA masih 15 juta orang. Tentunya dengan menyasar karyawan EMTK group, DANA bisa meningkatkan jumlah pengguna dan transaksi.
PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) sebagai pemegang izin uang elektronik LinkAja juga bisa menggarap ribuan karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kendati demikian, LinkAja memiliki strategi sendiri.
Baca Juga: LinkAja kembangkan essential use cases demi penuhi kebutuhan konsumen
“Sebenarnya untuk pembayaran gaji, market paling baik adalah perusahaan yang memiliki karyawan yang tidak memiliki rekening bank. Banyak sekali perusahaan seperti ini di Indonesia,” ujar Chief Marketing Officer LinkAja Edward Kilian Suwignyo pada Selasa (17/12).
Edward memberikan contoh Nielsen telah menggandeng LinkAja untuk mendistribusikan gaji surveyor. Lantaran, pergantian surveyor di perusahaan riset itu sangat besar. Bisa saja, seorang surveyor hanya bekerja untuk satu bulan kerja.
“Kalau tiap bulan surveyor ganti, terlalu sulit untuk mengumpulkan buku rekening bank tiap bulan. Namun masalah ini banyak terjadi di berbagai perusahaan,” tambah Edward.
Ia lanjut Ia, dari pada memaksakan untuk menyasar karyawan BUMN, LinkAja lebih memilih untuk menyalurkan gaji sebagai solusi di perusahaan yang membutuhkan.
Baca Juga: LinkAja fokus beri solusi ke sektor unbanked dan underbanked di tahun depan
Selain itu, Edward mengaku LinkAja membidik pengguna yang unbankable. Ia yakin segmen ini lebih membutuhkan uang digital. Sedangkan segmen yang sudah memiliki rekening bank akan menjadikan uang digital sebagai instrumen pembayaran pelengkap saat ada potongan harga.
“Setiap bulan terjadi pertumbuhan pengguna aktif sebanyak 5,1 kali lipat. Pertumbuhan nilai transaksi 4,8 kali dan jumlah transaksi tumbuh 4,7 kali lipat setiap bulan. Itu tanpa bujet bakar uang yang besar. Tahun dapat secara bisnis diharapkan tumbuh setidaknya dua kali lipat,” ujar Edward di Jakarta pada Selasa (17/12).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News