Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren restrukturisasi kredit terus melandai seiring dengan pemulihan ekonomi nasional. Hingga Oktober 2021, restrukturisasi kredit perbankan mencapai Rp 714,02 triliun dari 4,4 juta debitur.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan, restrukturisasi kredit tersebut turun dari realisasi September lalu sebesar Rp 738,8 triliun dari 4,6 juta debitur.
"Ini menunjukkan sudah semakin menurun. Dan penurunan ini sejalan dengan upaya kita, agar perbankan konsisten membentuk cadangan," kata Wimboh, dalam diskusi daring bertajuk Kebangkitan Sektor Keuangan, Senin (22/11).
Melalui pencadangan tersebut, perbankan bisa menggunakannya sebagai penyangga untuk menekan kredit bermasalah (NPL). Khususnya dari nasabah-nasabah yang mengikuti program restrukturisasi kredit akibat Covid-19.
Baca Juga: Robertus Billitea: Kami yakin perbankan confident memberikan dana ke IFG Life
OJK juga memperpanjang program restrukturisasi kredit ini sampai tahun 2023. Jika kondisi kembali normal, otoritas berharap tidak ada permasalahan di sisi perbankan karena sudah ada pencadangan yang cukup. "Toh, kalau ada, tidak menimbulkan permasalahan karena NPL masih cukup rendah yaitu 3,22%," terangnya.
Sementara itu, PT Bank Maybank Indonesia Tbk (BNII) terus menjalin komunikasi dengan semua nasabah non-ritel, nasabah korporasi dan CSF Non-Ritel untuk menilai kondisi bisnis mereka dan secara proaktif melibatkan mereka dalam program restrukturisasi.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria bilang, Proposal restrukturisasi ditinjau dan disetujui di masing - masing CRC (Credit Restructuring Commitee). Nasabah KPR dapat mengajukan restrukturisasi melalui email ke customer care atau customer loan officer.
"Situs Maybank juga kini menjadi saluran tambahan bagi nasabah untuk mengajukan restrukturisasi," jelas Taswin.
Baca Juga: Strategi Bank Tabungan Negara (BBTN) penuhi tingginya permintaan rumah MBR pada 2022
Hingga September 2021, nasabah perbankan global paling banyak mengajukan restrukturisasi kredit. Nilainya mencapai 25,6% outstanding dari total kredit. Terbanyak selanjutnya dari nasabah SME+, RSME, business banking, kartu kredit dan KTA.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), mencatat penurunan restrukturisasi kredit menjadi Rp 90,1 triliun pada September 2021. Nilai itu turun Rp 6,4 triliun dari realisasi Juni 2021 yakni Rp 96,5 triliun.
Restrukturisasi itu disumbang oleh beberapa sektor. Mulai dari sektor jasa konstruksi infrastruktur Rp 21,1 triliun, hotel, restoran dan akomodasi Rp 7,0 triliun, jasa transportasi Rp 6,0 triliun, energi dan air Rp 6,0 triliun. Lalu perdagangan eceran makanan, minuman dan rokok Rp 4,8 triliun.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengungkapkan, penurunan tersebut seiring membaiknya perekonomian di sektor telekomunikasi, energi, air, infrastruktur, dan minyak kelapa sawit (CPO) sehingga memperbaiki kualitas aset bank.
"Penurunan ini disebabkan karena lunasnya kredit restrukturisasi, pembayaran, dan para debitur kami yang sudah pulih dari krisis," ungkapnya.
Dengan realisasi itu, Bank Mandiri percaya penurunan restrukturisasi kembali berlanjut. Bank pelat merah ini akan menjaga nilai restrukturisasi kredit di angka Rp 80 triliun - Rp 85 triliun sampai akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News