kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45914,93   -8,56   -0.93%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Untung rugi menjadi lender fintech p2p lending, berikut gambarannya


Senin, 29 November 2021 / 07:05 WIB
Untung rugi menjadi lender fintech p2p lending, berikut gambarannya


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong tumbuhnya keberadaan pendana atau lender ritel fintech P2P lending. Bahkan, ke depan diharapkan fintech lending banyak didominasi oleh lender ritel agar tidak bergantung pada satu dua lender institusi.

Namun, jika merujuk data OJK pada September 2021, harapan tersebut akan menjadi tugas berat dana dari lender ritel baru memiliki kontribusi sebesar 22,8% dari outstanding pinjaman per September 2021. Adapun nilainya hanya mencapai Rp 6,14 triliun.

Jika melihat untung ruginya, menjadi lender di fintech lending sejatinya memberikan penawaran imbal hasil yang cukup kompetitif.

Perencana Keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto menyebutkan bahwa imbal hasil dari platform ini dinilai lebih tinggi dari instrumen deposito yang jika merujuk pada BI rate sekitar 3,5%.

“Dari deposito lebih bagus. Hasil pasti, waktu sama dengan deposito tapi hasil lebih tinggi,” ujar Eko, akhir pekan kemarin.

Baca Juga: Awas pinjol ilegal, cuma 104 yang berizin & terdaftar OJK per 24 November 2021

Hanya saja, dari sisi produk, Eko merekomendasikan untuk investor yang menjadi lender ritel di fintech lending adalah yang memiliki profil medium risk.

Mengingat, produk ini  terbilang baru dan aturannya masih banyak belum settle. “Maka tetap harus waspada. yang pasti nggak boleh 100% di produk tersebut,” ujar Eko.

Sependapat, Perencana Keuangan dari Oneshildt Agustina Fitria menyebutkan bahwa dengan menjadi lender di fintech lending memiliki risiko gagal bayar dari peminjam yang menyebabkan 100% bunga dan pokok kembali.

Memang, Fitri juga mengakui bahwa berinvestasi dengan menjadi lender memiliki banyak kelebihan seperti bisa berinvestasi mulai dari ratusan ribu rupiah, bunga investasi yang lebih tinggi, dan jangka waktu investasi yang bervariasi.

Namun, ia juga menyoroti bahwa penghasilan bunga yang didapatkan dari fintech p2p lending masuk dalam objek pajak penghasilan. Hal tersebut berbeda dengan imbal hasil dari instrumen lain seperti deposito yang sudah dikenakan pajak final.

“Jadi meskipun fintechnya sudah memotong pajak, namun itu sifatnya belum final. Jadi penghasilannya harus dijadikan satu dengan penghasilan lainnya, dan pajak yang sudah dipotong menjadi kredit pajak yang diperhitungkan dalam tarif umum pajak progresif,” ungkap Fitri.

Sementara itu, melihat dari beberapa pemain fintech lending, rata-rata bisa memberikan imbal hasil di atas 10%. Misalnya, Akseleran yang saat ini menawarkan imbal hasil sekitar 10,5% hingga 12% meskipun sedikit turun dari sebelumnya yang bisa mencapai sekitar 13% hingga 14%.

Baca Juga: Daftar 106 pinjol resmi OJK 2021, terbaru!

CEO Akseleran Ivan Tambunan bilang bahwa saat ini porsi lender ritel di Akseleran masih mendominasi sebanyak 70% dari pinjaman yang disalurkan. Ia menilai keberadaan lender ritel ini memberi keuntungan bagi platform ketika keadaan ekonomi sedang tidak stabil.

“Walaupun keadaan ekonomi naik turun, lender ritel ini bakal tetap ada karena banyak jumlahnya, sedangkan institusional ini jumlahnya belasan. Sehingga kalau ada Covid-19 kayak kemarin sempat kecil,” ujar Ivan.

Oleh karenanya, ia tetap berharap lender ritel ini tetap dimiliki oleh Akseleran dengan memberikan perlindungan asuransi 99% dengan tingkat gagal bayar saat ini kurang dari 0,1%. Meskipun, ia justru berencana akan sedikit mengurangi lender ritel dengan menambah porsi lender institusional untuk memperbesar penyaluran pinjamannya.

Adapun, dari ??jumlahnya, lender ritel Akseleran berasal dari usia 18 hingga 27 tahun. Namun, dari sisi jumlah pendanaan, lender dengan usia 28 hingga 37 tahun masih mendominasi.

Sementara itu, pemain fintech lainnya, KlikA2C menawarkan imbal hasil untuk lendernya sebesar 12% hingga 18% per tahun.

Baca Juga: Demi turunkan bunga, pemain fintech terus cari cara agar lebih efisien

Namun, CEO KlikA2C Djoemingin Budiono bilang, kalangan usia  yang menjadi lender ritel di kisaran usia 40 hingga 50 tahun mengingat ada batas minimum pendanaan senilai Rp 100 juta.

“Kami menaruh batas minimum itu agar orang-orang yang masuk itu benar-benar ngerti karena risiko juga ditanggung lender,” ujar Djoe.

Sekadar informasi, lender ritel di KlikA2C masih mendominasi sebanyak 60% dari total penyaluran pinjamannya. Adapun, sejak awal berdiri tahun 2016  telah mencatatkan akumulasi pinjamannya mencapai Rp 529,87 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×