kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Valuasi OVO Rp 41 triliun, jika dijual 70%, Lippo dapat dana Rp 28,7 triliun


Senin, 02 Desember 2019 / 11:18 WIB
Valuasi OVO Rp 41 triliun, jika dijual 70%, Lippo dapat dana Rp 28,7 triliun
ILUSTRASI. OVO, Platform ekosistem meluncurkan fitur baru OVO PlayLater.


Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Rencana penjualan 70% saham OVO oleh Lippo Group cukup mengagetkan. Pasalnya, jaringan OVO sudah merambah kemana-mana. Bahkan Gopay yang lebih dulu hadir semakin tersisih.

Jhon Riady, anak dari James Riady yang sekarang CEO Lippo Karawaci pernah bercerita di kantor Kontan bahwa setiap hari ada transaksi 7 juta kali menggunakan OVO. Setiap traksaksi minimal Rp 100.000. Bayangkan, betapa besarnya potensi OVO sebagai perusahaan financial technology. 

Baca Juga: Saat Mochtar Riady mengaku tidak kuat terus membakar uang di OVO

Namun, Lippo kini harus menjual kepemilikannya di OVO setelah merasa perusahaan hanya membakar duit di OVO. Lantas berapa nilai valuasi OVO saat ini? menurut Laporan yang dirilis CBInsight OVO memiliki valuasi US$ 2,9 miliar atau setara dengan Rp 41 triliun per Oktober 2019.

Alhasil, jika 70% saham Lippo Group dijual ke investor lain, maka perusahaan yang didirikan oleh Mochtar Riady akan mendapatkan dana segar sekitar Rp 28,7 triliun.

Tentu saja, angka itu bisa saja membengkak lantaran Lippo juga akan menaikkan harga penjualan lantaran jaringan OVO sudah sangat massif.

Sebelumnya, Lippo Group mengakui bahwa pihaknya harus rela menjual lebih dari 70% aset saham yang ada pada aplikasi penyedia layanan digital OVO. Pendiri Lippo Group Mochtar Riady mengatakan saat ini, saham Lippo di PT Visionet International (OVO) hanya tersisa 30%.

Baca Juga: Saat Mochtar Riady mengaku tidak kuat terus membakar uang di OVO

"Bukan melepas, tapi kita menjual sebagian. Sekarang tinggal 30 sepersekian persen, dua per tiga kita harus jual," kata pendiri Lippo Group, Mochtar Riady ketika ditemui di Ballroom Djakarta Theatre, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Pelepasan aset saham tersebut memang harus dilakukan oleh Lippo Group, lantaran selama ini terus melakukan bakar uang. "Karena terus bakar uang, bagaimana kita kuat," ungkapnya.

Sebelumnya, muncul kabar yang menyebut bila Lippo Group akan hengkang dari OVO karena tidak kuat lagi menyuntik dana. Untuk OVO, Lippo Group harus mengeluarkan biaya US$ 50 juta (Rp 700 miliar) per bulan. Kabar ini pun langsung dibantah oleh Presiden Direktur PT Visionet Internasional (OVO) Karaniya Dharmasaputra.

Meski sempat dibantah, akhirnya Karaniya membenarkan soal penjualan itu. Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra menyatakan OVO memang didirikan oleh Lippo. Namun layaknya start up teknologi lainnya, OVO terus mencari pendanaan atau fundrising. Langkah ini membuat terjadi perusahaan struktur pemegang saham.

“Komposisi pemegang saham jadi sangat beragam dan Lippo masih jadi pemegang saham OVO. Alasannya (Lippo) sebetulnya kan kalau investasi ada dua pilihan, ketika perusahaannya membutuhkan capital (modal) baru, maka ada dua pilihan apakah ikut menambah kepemilikan saham atau tidak ikut. Bila tidak ikut maka otomatis sahamnya terdilusi. Juga bisa pilihan exit. Itu pilihan investor,” jelas Karaniya pada acara Indonesia Digital Conference di Jakarta pada Kamis (28/11).

Baca Juga: Kata Direktur Lippo Group soal kepemilikan saham OVO

Ia juga menepis isu bahwa terdilusinya saham Lippo lantaran langkah OVO melakukan promosi atau bakar-bakar uang. Sebelumnya beredar kabar langkah ini turut membebani keuangan Lippo.

Karaniya menyatakan proses promosi merupakan hal yang lumrah. Ie menyebut pada dunia teknologi, bisnis modelnya baru tidak sama dengan bisnis konvensional. Sehingga dalam periode tertentu, dibutuhkan pemasaran.

“Dulu e-commerce awalnya juga lakukan pemasaran yang besar. Ride hailing juga gitu, sekarang karena eranya fintech jadi setiap perusahaan fintech berupaya mengedukasi publik untuk mulai menggunakan layanan fintech,” ujar Karaniya.

Ia juga menyatakan hingga saat ini belum ada kepastian bahwa OVO akan dimerger dengan PT Espay Debit Indonesia Koe (DANA). DANA sendiri merupakan bisnis uang elektronik milik PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK).

Baca Juga: Gandeng Kredivo, LinkAja siap luncurkan paylater pertengahan bulan ini

“Diambil Emtek dan merger dengan DANA. Itu kan masih isu. Saya juga bekas wartawan itu kan sumbernya anonim. Sampai sekarang belum ada kepastian rumor tersebut. Pembicaraan pasti dilakukan, semua perusahaan teknologi secara berkala melakukan fundrising. Itu wajar dan memang seperti itu bisnis model teknologi,” tutur Karaniya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×