kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jauh di atas ketentuan, likuiditas perbankan diklaim longgar


Kamis, 12 November 2020 / 22:22 WIB
Jauh di atas ketentuan, likuiditas perbankan diklaim longgar
ILUSTRASI. Pelayanan nasabah di Bank Rakyat Indonesia (BRI). KONTAN/Cheppy A. Muchlis


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selama masa pandemi, kondisi likuiditas perbankan terus melonggar. Hal ini sejalan dengan masih melambatnya penyaluran kredit. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menegaskan, dilihat dari rasio kecukupan likuiditas sejatinya bank di Tanah Air punya amunisi yang kuat untuk mendongkrak ekspansi ketika kondisi perekonomian telah pulih. 

Hal ini tercermin dari posisi alat likuid terhadap non core deposit dan pihak ketiga allias AL/NCD serta AL/DPK perbankan. Data OJK per 21 Oktober 2020 menunjukkan posisi AL/NCD dan AL/DPK ada di level 154,14% dan 32,94%. 

Posisi itu meningkat dari periode Maret 2020 ketika status pandemi dikeluarkan yakni masing-masing 112,9% dan 24,16%. Nah, realisasi itu praktis melampaui batas bawah (treshold) yang ditetapkan regulator sebesar 50% untuk AL/NCD dan AL/DPK 10%. 

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menegaskan, untuk beberapa bulan mendatang likuiditas perbankan tidak punya isu. Selain punya indikator likuiditas yang kuat, pertumbuhan DPK perbankan secara industri juga cukup masif yakni 12,88% per September 2020. 

Baca Juga: Korporasi irit berutang, kredit tak berkembang

"Perbankan tidak mempunyai kendala dalam rangka untuk mendukung pertumbuhan," kata Wimboh dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis (12/11). 

Beberapa bankir yang dihubungi Kontan.co.id sepakat bahwa ke depan likuiditas masih akan stabil. PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) misalnya menjelaskan untuk posisi 11 November 2020 rasio kecukupan likuiditas atau liquidity coverage ratio (LCR) masih sangat tebal di level 255,93%.

Sekadar informasi, LCR merupakan hasil perbandingan antara aset likuid terhadap kewajiban yang jatuh tempo selama satu bulan ke depan. 

Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto bilang angka itu sudah jauh di atas ketentuan OJK sebesar 100%. 

Dalam mengelola likuiditas, bank nomor wahid ini ke depan akan tetap berupaya untuk mendorong penyaluran kredit. Salah satu segmen fokus perseroan yaitu kredit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). 

"Untuk mengakselerasi penyaluran kredit, BRI akan memanfaatkan basis data penerima stimulus bantuan pemerintah sebagai sumber pertumbuhan bisnis yang baru," katanya, Kamis (12/11).

Senada, Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Santoso membenarkan kalau saat ini kondisi likuiditas bisa dibilang ada di level paling longgar dalam beberapa periode terakhir. Hal ini terlihat dari posisi LCR BCA yang per September 2020 ada di level 358,1%, naik dari setahun sebelumnya 273,9%. 

Apalagi, posisi DPK BCA akhir September 2020 lalu masih tercatat naik 14,3% secara year on year (yoy) menjadi Rp 780,7 triliun. Tentunya, bank bersandi BBCA ini ke depan akan tetap menyalurkan likuiditas dalam bentuk kredit. Namun, di tengah pandemi menurut perseroan permintaan kredit belum maksimal. 

Alhasil, pihaknya mengatakan sebagian likuditas diparkir di surat berharga negara (SBN). Sebagai langkah mengelola likuiditas sekaligus mendukung rencana pembangunan pemerintah. 

Baca Juga: Bunga kredit di Indonesia paling tinggi dibanding negara tetangga, ini penyebabnya

"Kami mencermati bahwa penempatan dana pada instrumen surat berharga dibutuhkan sebagai strategi pengelolaan likuiditas untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat," terang Santoso. 

Bukan bank-bank raksasa saja, bank kecil seperti PT Bank Ina Perdana Tbk pun punya likuiditas tebal. Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu menyebut per Oktober posisi AL/NCD dan AL/DPK secara rata-rata ada di level 413,98% dan 50,74%. Jauh di atas batas bawah OJK. 

Menurutnya, likuiditas perbankan yang longgar saat ini disebabkan pertumbuhan kredit yang jauh lebih rendah dibandingkan peningkatan dana. 

"Makanya banyak dana yang ditempatkan ke obligasi pemerintah," pungkas Daniel. 

Selanjutnya: Kredit seret, bank pilih taruh dana di obligasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×