kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kredit seret, bank pilih taruh dana di obligasi


Sabtu, 07 November 2020 / 13:15 WIB
Kredit seret, bank pilih taruh dana di obligasi
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi di salah satu kantor cabang bank swasta di Jakarta, Senin (5/10/2020). KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak dari pandemi Covid-19 terhadap ekonomi sudah terasa. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 yang minus 3,49%. Hal ini tentu juga berkaitan dengan seretnya penyaluran kredit perbankan selama masa pandemi.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per September 2020 realisasi kredit perbankan tercatat turun hanya tumbuh 0,12% secara year on year (yoy) alias stagnan. Pada situasi seperti ini, perbankan pun harus memutar otak mengelola likuiditas.

Salah satu solusinya tak lain dengan menempatkan sebagian besar dana (likuiditas) ke dalam instrumen surat berharga. Dalam catatan OJK per 23 Oktober 2020 total surat berharga negara negara (SBN) yang dimiliki bank sudah mencapai Rp 1.348 triliun.

Baca Juga: Fakta-fakta hilangnya duit puluhan miliar milik atlet e-sport Winda Earl di Maybank

Walau tidak merinci secara detail, Ketua Dewan Komisioner OJK dalam paparannya (2/11) mengatakan tren penempatan dana itu terus meningkat dan menjadikan pasar SBN terus menguat. "Penguatan pasar SBN ini didukung partisipasi sektor perbankan di pasar SBN di saat permintaan kredit belum kuat," katanya belum lama ini.  

Beberapa bankir yang dihubungi Kontan.co.id, Jumat (6/11) pun sepakat, dalam mengelola likuiditas perbankan memang harus melakukan fungsi intermediasi. Lantaran kredit tengah sepi, bank pun memilih untuk memarkir sebagian dananya ke instrumen surat berharga.

Ambil contoh, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatat total dana perseroan di surat berharga hingga kuartal III 2020 sudah mencapai Rp 191,5 triliun. Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim pun menyebut angka tersebut naik sebesar 24,6% secara yoy.

Penempatan di instrumen surat berharga menurut Vera memang dibutuhkan bagi bank, sebagai strategi pengelolaan likuiditas ke depan. "Penempatan di surat berharga dibutuhkan sebagai strategi pengelolaan likuiditas untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat," tuturnya.

Baca Juga: Aksi korporasi bank kian ramai menjelang akhir tahun, ada apa?

Perlambatan kredit memang sudah dirasakan BCA. Tercatat di kuartal III 2020 realisasi kredit BCA terkontraksi 0,6% yoy menjadi Rp 581,85 triliun. Angka itu juga turun 3,6% secara year to date (ytd) sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi yang belum maksimal di kala pandemi.

Seia sekata, PT Bank Panin Tbk juga terapkan strategi serupa. Tercatat per September 2020 total surat berharga yang dimiliki perseroan sudah mencapai Rp 36,72 triliun. Jumlah itu meningkat dari total periode sebelumnya sebesar Rp 18,09 triliun atau naik dua kali lipat.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×