Reporter: Ahmad Febrian, Maizal Walfajri | Editor: Ahmad Febrian
Pratama menjelaskan, kelengkapan data nasabah KreditPlus ini memancing kelompok kriminal untuk melakukan penipuan dan tindak kejahatan yang lain.
Masalah utama di tanah air belum ada undang-undang yang memaksa para penyedia jasa sistem elektronik mengamankan dengan maksimal data masyarakat yang mereka himpun. “Sehingga data yang seharusnya semua dienkripsi, masih bisa dilihat dengan mata telanjang,” jelas Pratama, yang juga Chairman Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), dalam rilis ke Kontan.co.id, Senin (3/8) malam.
Negara punya tanggungjawab melakukan percepatan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi. Nantinya dalam UU tersebut harus disebutkan bahwa setiap penyedia jasa sistem transaksi elektronik (PSTE) yang tidak mengamankan data masyarakat, bisa dituntut ganti rugi dan dibawa ke pengadilan.
Pratama menyatakan, terkait maraknya kebocoran data ada beberapa tips yang bisa dilakukan. "Menjaga pengamanan di diri kita sendiri. Misalnya bikin password yang aman, jangan pakai wifi gratisan, gunakan two factor authentication dan lain-lain. Tapi ketika yang di hack pemilik layanan, ya percuma semuanya,” kata Pratama, kepada Kontan.co.id, Senin (3/8) malam.
Kabar terbaru ini menambah panjang daftar korban bocornya data. Sebelumnya data pengguna perusahaan e-commerce juga bocor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News