Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan konsep Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) penerapan manajemen risiko terintegrasi bagi konglomerasi keuangan.
Pada konsep bernomor POJK.03/2014 tentang penerapan manajemen risiko terintegrasi bagi konglomerasi keuangan itu ada dua poin yang wajib dipenuhi perusahaan lembaga keuangan.
Pertama, aturan modal untuk konglomerasi keuangan guna memenuhi induk dan anak usaha. Kedua, penunjukan direktur untuk membawahi kegiatan konglomerasi keuangan.
"Ada 16 bank yang akan mengikuti aturan konglomerasi keuangan," kata Muliaman D. Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK, Selasa (26/8).
Gandjar Mustika, Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK menambahkan bahwa aturan permodalan secara terintegrasi akan menjadi Peraturan OJK tersendiri yang akan selesai pada Juni 2015. Artinya, bank yang masuk konglomerasi keuangan harus memenuhi permodalan terintegrasi pada tahun mendatang.
"Permodalan terintegrasi akan sesuai dengan tingkat kesehatan bank," kata Gandjar.
Sebelumnya, kajian sementara OJK untuk modal terintegrasi minimal 15%-20% yang harus dipenuhi oleh konglomerasi. Rasio ini sudah memperhitungkan batas minimal modal dan aturan modal basel III.
Jahja Setiadmadja, Presiden Direktur Utama Bank Central Asia (BCA) menuturkan pihaknya belum ada rencana menambahkan modal untuk memperkuat modal menghadapi konglomerasi integrasi. Ada beberapa alternatif untuk memperkuat modal, seperti mengurangi rasio dividen atau penerbitan obligasi.
Lain lagi kata Gatot M. Suwondo. Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI) ini mengatakan jika memang dibutuhkan, BNI akan memperkuat modal melalui penerbitan obligasi. Saat ini, Gatot mengklaim, rata-rata anak usaha miliki BNI sudah memiliki modal dan likuiditas yang kuat untuk menopang bisnis usaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News