Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Duniatex Group mempertimbangkan untuk menggelar aksi initial public offering (IPO) sebagai bagian dari skema restrukturisasi dengan mengonversi utang-utangnya menjadi saham. Namun, bagi kreditur opsi ini tak menarik.
“Ada-ada saja,” kata Direktur Bisnis Korporasi PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Putrama Wahju Setyawan kepada Kontan.co.id, Senin (14/10).
Alih-alih melakukan aksi korporasi, sebelumnya Putrama juga bilang Duniatex sejatinya memang perlu memperbaiki arus kas perusahaan agar dapat membayar utang-utangnya kepada kreditur.
Sayangnya, hal ini sejatinya juga sulit. Dari laporan Debtwire mengutip dokumen yang diserahkan Duniatex ke Pengadilan Niaga New York Selatan, perusahaan tekstil asal Solo, Jawa Tengah ini diperkirakan tak bisa memenuhi kebutuhan dananya (cash shortfall) untuk membayar tagihan yang akan jatuh tempo hingga akhir tahun.
Baca Juga: Pengadilan New York berikan perlindungan hukum sementara ke Duniatex
Dari dokumen tersebut, Duniatex menyatakan pihaknya membutuhkan dana senilai US$ 273,82 juta pada September 2019 untuk membayar utang. Sedangkan hingga akhir Desember 2019 nilainya mencapai US$ 494,65 juta.
Alasan ini pula yang dijelaskan Fransiscus Alip, Direktur AJCapital Advisory yang jadi latar belakang munculnya opsi melantai di bursa. Alasannya, Duniatex memang butuh suntikan modal segar.
“Semua opsi kita eksplorasi, termasuk konversi utang menjadi saham untuk menurunkan nilai utang, berarti kami mesti menggelar IPO, enam entitas misalnya menjadi satu perusahaan, ada holding kita bisa IPO. Sebagian utang yang dikonversi bisa keluar di IPO,” papar Fransiscus Alip, Direktur AJCapital Advisory yang jadi konsultan keuangan Duniatex saat ditemui Kontan.co.id, Minggu (13/10) di Jakarta.
Sejumlah opsi lain yang mengemuka menurut Alip misalnya, Duniatex bisa menjual aset non produktif untuk membayar sebagian utangnya, meminta keringanan bunga, hingga memperpanjang tenggat kredit.
Meski demikian Alip bilang saat ini pihaknya belum menentukan langkah restrukturisasi konkret apa yang akan diambil Duniatex.
Alasannya proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) juga masih berjalan.
Sementara itu, sejumlah kreditur lain yang dihubungi Kontan.co.id juga enggan berkomentar soal opsi IPO tersebut. Alasannya secara resmi, Duniatex memang belum mengajukan proposal restrukturisasi dalam proses PKPU.
Baca Juga: Bank Mandiri minta keistimewaan dalam PKPU Duniatex Group
“Saya belum bisa memberikan komentar karena Duniatex belum mengajukan proposal perdamaian,” kata Direktur Bisnis SME dan Komersial PT Bank BNI Syariah Dhias Widhiyati kepada Kontan.co.id.
“Saat ini saya belum bisa memberikan komentar,” timpal Marx Andriyan dari Kantor Hukum Marx & Co yang jadi kuasa hukum pemegang Obligasi PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT) dalam proses PKPU.
Kekurangan dana tersebut pula yang bikin DMDT pada 12 September lalu gagal menunaikan kewajibannya membayar bunga obligasi senilai US$ 12,9 juta. Oblgasi DMDT diterbitkan pada 12 Maret 2019 dengan nilai total US$ 300 juta dengan bunga sebesar 8,635% dan dibayar per semester.
Head of Finance PT Delta Merlin Dunia Textile Teguh Handoko dalam pengumumannya di Bursa Singapura (SGX) kala itu menyatakan perusahaan tak memiliki kemampuan untuk membayar bunga pertamanya tersebut.
Padahal saat ditemui Kontan.co.id pada Agustus lalu, Alip memastikan Duniatex telah menyetor pembayaran bunga tersebut di The Bank of New York Mellon yang menjadi rekening penampungnya. Saat dikonfirmasi, Alip bilang sejatinya saat ini dana tersebut masih tersimpan di rekening penampung.
“Prosedur untuk membayarkan bunga tersebut dari rekening penampung setahu saya rumit, mekanismenya bagimana saya tidak tahu. Namun sampai sekarang dananya masih ada di sana,” jelasnya.
Saat ini, Obligasi tersebut sejatinya juga telah berstatus gagal bayar alias default. Sebab, Duniatex belum juga melakukan pembayaran bunga dari masa tenggang selama 30 hari dari jatuh tempo pada 12 September 2019 lalu.
Hal ini juga juga menjadi salah satu dugaan adanya tindakan fraud yang dilakukan Duniatex.
Baca Juga: Siapkan skema restrukturisasi, Duniatex pertimbangkan IPO
Sebagai informasi, sejak 3 September Bareskrim Polri juga telah menggelar investigasi atas adanya dugaan penggelapan kredit yang dilakukan Duniatex. Sayang Alip enggan memberikan penjelasan soal perkembangan investigasi ini.
Sedangkan secara terpisah, Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Kartika Wirjoatmodjo bilang akan menunggu proses penyelidikan. Pria yang akrab disapa Tiko ini juga menambahkan, ke depan pihaknya juga akan lebih waspada dalam menyalurkan kredit dan lebih memperhatikan laporan keuangan calon debiturnya.
“Soal apakah Duniatex ada fraud atau tidak, atau ada masalah dengan laporan keuangannya kami tentu akan menunggu hasil penyelidikan dari kepolisian bersama proses PKPU yang berjalan. Namun ke depan, mitigasi kami akan lebih waspada untuk menilai laporan keuangan calon debitur, banyak yang perlu kita dalami,” katanya saat ditemui Kontan.co.id, Jumat (11/14).
Sebagai tambahan, saat ini Duniaetx tengah menjalani proses PKPU di Pengadilan Niaga Semarang. Perkara diajukan salah satu pemasoknya yaitu PT shine Golden Bridge kepada enam entitas Duniatex yaitu DMDT, PT Delta Dunia Textile (DDT), PT Delta Merlin Sandang Textile (DMST), Delta Dunia Sandang Textile (DDST), PT Delta Setia Sandang Asli Tekstil (DSSAT) and Perusahaan Dagang dan Perindustrian Damai alias Damaitex.
Per Agustus, enam entitas tersebut punya nilai utang hingga US$ 1,51 miliar. Perinciannya US$ 948,3 juta berasal dari kreditur asal Indonesia, sementara sisa US$ 562,3 juta berasal dari kreditur asing.
Baca Juga: Hindari tumpang tindih PKPU, Duniatex minta proteksi hukum ke Pengadilan New York
Nilai pinjaman tersebut tercatat diberikan oleh 48 bank, dimana 22 diantaranya memberikan pinjaman kepada lebih dari satu entitas Duniatex dan memiliki tagihan yang telah jatuh tempo hingga 81,6% dari total nilai utangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News