kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

AFPI dan OJK tengah bahas perpajakan, KYC, dan limit pinjaman fintech lending


Senin, 17 Juni 2019 / 18:55 WIB
AFPI dan OJK tengah bahas perpajakan, KYC, dan limit pinjaman fintech lending


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) tengah membentuk tim satuan tugas atau task force membahas tiga hal terkait keberlangsungan bisnis fintech lending. Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI, Tumbur Pardede menyebut saat ini tim satuan tugas ini tengah duduk berdiskusi membahas perpajakan, prinsip mengenal nasabah atau know your customer (KYC), dan limit pinjaman lending.

"Terkait dengan task force tersebut, kesemuanya masih tahap pembahasan dan penggodokan di task force sekaligus akan didiskusikan bersama dengan tim Otoritas Jasa Keuangan. Setelah dari task force akan dibahas dan diputuskan di pengurus AFPI," ujar Tumbur kepada Kontan.co.id pada Senin (17/6).

Lanjut Tumbur nantinya output dari kesepakatan antar anggota AFPI akan dituangkan dalam pedoman perilaku penyelenggara fintech lending. Namun Tumbur mengaku belum ada target asosiasi maupun OJK mengenai kapan output dari task force ini selesai. Lantaran masih berjalan dan beberapa penyelenggara juga fokus pada hal lainnya.

"Terkait pajak, tim task force telah merumuskan beberapa poin penting. Hal ini sangat dibutuhkan para penyelenggara guna kepastian perpajakan bagi para lender dan investor di penyelenggara fintech P2P lending," jelas Tumbur.

Asosiasi berharap nantinya bakal ada kepastian mengenai pengenaan pajak final bagi lender peer to peer lending. Layaknya pengenaan pajak pada deposito sebesar 20% maupun pada surat utang negara 15%.

"Terkait KYC, menjadi hal yang sangat penting karena menjadi landasan bagi banyak pihak lender maupun borrower. Sehingga kredibilitas penyelenggara dan mitigasi risiko dapat lebih terukur sehingga ke depannya industri P2P lending dapat lebih dipercaya menjadi suatu industri yang terpercaya dan kuat," imbuh Tumbur.

Terkait KYC ini, Tumbur menyebut bakal dibahas juga mengenai pusat data fintech lending (Pusdafil). Pusat data ini bakal memuat informasi terkait calon peminjam yang terindikasi melakukan penipuan (fraud), terlambat membayar pinjaman, dan meminjam di lebih dari satu perusahaan fintech lending.

Sebelumnya Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menyebut pada Juli 2019 mendatang, asosiasi akan melakukan uji coba Pusdafil. Pada masa uji coba ini akan melibatkan 6 entitas fintech lending yang sudah memasukkan data.

"Terkait limit, terdapat kebutuhan dari sisi pendanaan bagi sektor produktif skala UKM yang membutuhkan pendanaan lebih besar dari batas limit sekarang. Saat ini, masih belum diputuskan berapa kenaikan limit nya oleh karena kami masih me-review seberapa banyak para penyelenggara yang membutuhkannya dan seberapa urgensinya saat ini secara keseluruhan usaha fintech P2P lending," tutur Tumbur.

Sebelumnya dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 77/POJK.01/2016 tentang pinjaman uang berbasis teknologi finansial pada pasar 6 diatur batas maksimal pemberian pinjaman dana. Dalam beleid ini, batas maksimum total pemberian pinjaman dana fintech lending sebesar Rp 2 miliar. Peminjam boleh meminjam kembali selama pinjaman sebelumnya sudah dilunaskan.

Memang dalam POJK 77 tahun 2016 disebutkan OJK dapat melakukan peninjauan kembali atas batas maksimum total pemberian pinjaman dana dari batas Rp 2 miliar.

Lanjut Tumbur, nantinya bila batas maksimum pinjaman ini dinaikkan, maka asosiasi tidak akan mengatur persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon peminjam. Tumbur menyebut hal ini diserahkan kembali kepada pihak penyelenggara atau anggota asosiasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×