Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
Direktur IT dan Operasi BNI Y.B Hariantono mengatakan, peningkatan coverage ratio ini merupakan langkah strategis yang diambil perseroan untuk meredam potensi risiko kredit yang sedang tinggi di masa pandemi. "Langkah mitigasi kredit, kami ingin tumbuh selektif dan prudent. Dengan memperhatikan prospek dan kemampuan bayar debitur," katanya dalam paparan kinerja kuartal III 2020 secara virtual, Selasa (27/10).
Begitu juga dengan Bank Mandiri yang mengakui perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19 tetap berdampak pada kinerja perseroan. Hal ini tercermin dari realisasi laba bersih di kuartal III-2020 yang turun 30,73% yoy menjadi Rp 14,02 triliun dari periode setahun sebelumnya Rp 20,25 triliun.
Hal ini utamanya disebabkan oleh berkurangnya mesin pencetak laba perseroan yaitu pendapatan operasional. Tercatat pendapatan operasional Bank Mandiri turun 3,06% yoy menjadi Rp 62,97 triliun di kuartal III-2020.
Baca Juga: OJK: Bisnis asuransi jiwa ke depan bakal dipengaruhi kondisi pasar modal
Di sisi lain, pencapaian pendapatan bunga bersih atau net interest income juga susut 4,27% yoy menjadi Rp 43,38 triliun. Kemudian, aktivitas perbankan yang terhambat dengan adanya pandemi juga membuat perolehan pendapatan berbasis komisi atau fee based income turun tipis 0,26% yoy menjadi Rp 19,58 triliun.
Tapi kabar baiknya, menurut Direktur Utama Bank Mandiri Darman Junaidi upaya efisiensi perseroan telah berhasil membuat biaya operasional lebih terjaga. Hal ini bisa tercermin dari biaya operasional perseroan per kuartal III-2020 yang hanya tumbuh 0,42% yoy menjadi Rp 28,32 triliun. Pencapaian itu sejatinya lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sempat naik 4,82%. Bahkan lebih rendah dari bulan Juni 2020 sebesar 4,4%.
Untuk perolehan laba di tahun ini Darmawan menjelaskan bahwa pihaknya masih percaya diri laba bisa mencapai kisaran Rp 16 triliun di akhir tahun. "Kami melihat laba di kuartal III 2020 ada di angka Rp 14 triliun, kami berharap di akhir tahun berada di kisaran yang tidak terlalu jauh," pungkasnya.
Melihat kondisi penurunan laba di sejumlah bank besar, Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma beranggapan kondisi tersebut sangat wajar. Sebab, dalam situasi pandemi tentunya kemampuan bank untuk menyalurkan kredit terus terhambat, ditambah operasional yang terbatas.
Baca Juga: Pendapatan premi unitlink turun, bisnis asuransi jiwa terkoreksi 9,3% per Agustus
Selain itu, risiko kredit yang terus naik memang memaksa bank untuk membuat biaya pencadangan (provisi) besar-besar agar dapat meredam laju NPL di kemudian hari. Tapi, untuk Bank BCA salah satu yang menjadi penopang terbaik laba adalah masih tingginya tingkat profitabilias perusahaan.
Salah satunya bisa dilihat dari rasio net interest margin (NIM) BCA yang masih tinggi di angka 5,8%. Walau turun dari tahun sebelumnya 0,4%. Lalu hal kedua yang membuat BCA bisa meredam penurunan laba, tak lain dari biaya dana atau cost of fund (CoF) yang masih bisa dijaga rendah di posisi 1,47% di kuartal III 2020. "Walau bank lain juga mengalami penurunan biaya dana, BCA sudah lebih rendah dan signifikan. Beban bunganya menjadi rendah seiring dengan tren penurunan bunga simpanan," kata Suria kepada Kontan.co.id, Selasa (27/10) malam.
Hal itu juga tidak terlepas dari posisi rasio dana murah (CASA) BCA yang sangat tinggi sebesar 76,4% di September 2020. Apalagi dengan dominasi dari sisi tabungan yang praktis menurut Suria tidak memakan biaya bunga tinggi bagi BCA.
Selanjutnya: Libur cuti bersama, Bank Mandiri operasikan 133 cabang untuk beri layanan terbatas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News