kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Antara BNI, Mandiri dan BCA, siapa yang punya kinerja paling baik di tengah pandemi?


Selasa, 27 Oktober 2020 / 19:00 WIB
Antara BNI, Mandiri dan BCA, siapa yang punya kinerja paling baik di tengah pandemi?
ILUSTRASI. Pelayanan nasabah di kantor cabang BNI,?salah satu bank anggota Himbara di Jakarta, Jumat (16/5/2020). KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 memang membuat kemampuan bank mencetak laba semakin melemah. Tiga bank besar yang telah melaporkan kinerja di kuartal III 2020 yaitu PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BCA) masing-masing mencatat penurunan laba. 

Namun, kalau dibandingkan satu persatu, Bank BCA mencatatkan laba paling jumbo dengan penurunan paling rendah. Tercatat per September 2020 BCA berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 20,03 triliun hanya turun tipis dari setahun sebelumnya sebesar Rp 20,92 triliun atau sebanyak 4,2% secara yoy. 

Meski menurun, namun secara kuartalan, laba perseroan tumbuh signifikan 37,8% (qtq) menjadi Rp 7,79 triliun sepanjang kuartal III-2020. Sementara pada kuartal II-2020 laba bersih perseroan senilai Rp 5,65 triliun, dan Rp 6,58 triliun pada kuartal I-2020.

Baca Juga: Kinerja masih tertekan, ini rekomendasi saham-saham perbakan

Presiden Direktur BCA Jahja Setiatmadja dalam paparan daring, Senin (26/10) mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa ekonomi nasional mulai mengalami pemulihan. “Kalau dilihat, kuartal II-2020 ekonomi nasional memang tengah berada pada titik nadir akibat pandemi. PSBB dilakukan secara ketat, ekonomi stagnan, distribusi barang dari Jakarta terhambat ke daerah. Masuk kuartal III-2020, PSBB diperlonggar, pada tahap ini ekonomi kembali menggeliat,” ungkap Jahja. 

Ada beberapa hal yang membuat laba BCA tidak turun terlalu dalam. Pertama, dari pendapatan bunga bersih yang masih bisa naik 9% yoy menjadi Rp 40,8 triliun. Kemudian pendapatan non bunga masih tumbuh kendati tipis sebesar 3% yoy menjadi Rp 15,1 triliun. 

Berbeda dengan BCA, dua bank BUMN BUKU IV mencatat penurunan laba cukup dalam. Bank BNI pada kuartal III 2020 mencatatkan laba bersih Rp 4,32 triliun, turun 63,9% yoy dari Rp 11,97 triliun di akhir September 2019.

Bila dirinci, penurunan ini tak terlepas dari perlambatan dari pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) yang terbilang stagnan di kuartal III 2020 menjadi Rp 26,64 triliun. Meski begitu pendapatan non bunga bank berlogo 46 ini masih cukup positif dengan kenaikan sebesar 7,2% secara yoy menjadi Rp 8,71 triliun. 

Baca Juga: Bank Permata luncurkan Permata Net, apa itu?

Perlambatan perolehan pendapatan bunga itu juga membuat posisi margin bunga bersih alias net interest margin (NIM) Bank BNI ikut menyusut 60 basis poin secara tahunan menjadi 4,3%. Akan tetapi, posisi tersebut sebenarnya masih lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi NIM BNI di tahun ini yang bakal ada di kisaran 3,7%-4,0% berdasarkan Presentasi Perusahaan di kuartal III 2020.

Perlambatan perolehan laba perseroan ini juga bisa disebabkan oleh meningkatnya mitigasi risiko perseroan. Tercermin dari coverage ratio yang naik signifikan dari 159,2% di September 2019 menjadi sebesar 206,9% di akhir September 2020 atau meningkat sebanyak 47,6%. 

Wajar kalau BNI terus memupuk pencadangan yang cukup jumbo tahun ini. Sebab, kalau melihat posisi non performing loan (NPL) perseroan per kuartal III 2020 memang ada kenaikan cukup tinggi sebesar 1,8% menjadi 3,6%. 

Direktur IT dan Operasi BNI Y.B Hariantono mengatakan, peningkatan coverage ratio ini merupakan langkah strategis yang diambil perseroan untuk meredam potensi risiko kredit yang sedang tinggi di masa pandemi. "Langkah mitigasi kredit, kami ingin tumbuh selektif dan prudent. Dengan memperhatikan prospek dan kemampuan bayar debitur," katanya dalam paparan kinerja kuartal III 2020 secara virtual, Selasa (27/10). 

Begitu juga dengan Bank Mandiri yang mengakui perlambatan ekonomi akibat pandemi Covid-19 tetap berdampak pada kinerja perseroan. Hal ini tercermin dari realisasi laba bersih di kuartal III-2020 yang turun 30,73% yoy menjadi Rp 14,02 triliun dari periode setahun sebelumnya Rp 20,25 triliun. 

Hal ini utamanya disebabkan oleh berkurangnya mesin pencetak laba perseroan yaitu pendapatan operasional. Tercatat pendapatan operasional Bank Mandiri turun 3,06% yoy menjadi Rp 62,97 triliun di kuartal III-2020.

 Baca Juga: OJK: Bisnis asuransi jiwa ke depan bakal dipengaruhi kondisi pasar modal

Di sisi lain, pencapaian pendapatan bunga bersih atau net interest income juga susut 4,27% yoy menjadi Rp 43,38 triliun. Kemudian, aktivitas perbankan yang terhambat dengan adanya pandemi juga membuat perolehan pendapatan berbasis komisi atau fee based income turun tipis 0,26% yoy menjadi Rp 19,58 triliun. 

Tapi kabar baiknya, menurut Direktur Utama Bank Mandiri Darman Junaidi upaya efisiensi perseroan telah berhasil membuat biaya operasional lebih terjaga. Hal ini bisa tercermin dari biaya operasional perseroan per kuartal III-2020 yang hanya tumbuh 0,42% yoy menjadi Rp 28,32 triliun. Pencapaian itu sejatinya lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sempat naik 4,82%. Bahkan lebih rendah dari bulan Juni 2020 sebesar 4,4%. 

Untuk perolehan laba di tahun ini Darmawan menjelaskan bahwa pihaknya masih percaya diri laba bisa mencapai kisaran Rp 16 triliun di akhir tahun. "Kami melihat laba di kuartal III 2020 ada di angka Rp 14 triliun, kami berharap di akhir tahun berada di kisaran yang tidak terlalu jauh," pungkasnya. 

Melihat kondisi penurunan laba di sejumlah bank besar, Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma beranggapan kondisi tersebut sangat wajar. Sebab, dalam situasi pandemi tentunya kemampuan bank untuk menyalurkan kredit terus terhambat, ditambah operasional yang terbatas.

Baca Juga: Pendapatan premi unitlink turun, bisnis asuransi jiwa terkoreksi 9,3% per Agustus

Selain itu, risiko kredit yang terus naik memang memaksa bank untuk membuat biaya pencadangan (provisi) besar-besar agar dapat meredam laju NPL di kemudian hari. Tapi, untuk Bank BCA salah satu yang menjadi penopang terbaik laba adalah masih tingginya tingkat profitabilias perusahaan. 

Salah satunya bisa dilihat dari rasio net interest margin (NIM) BCA yang masih tinggi di angka 5,8%. Walau turun dari tahun sebelumnya 0,4%. Lalu hal kedua yang membuat BCA bisa meredam penurunan laba, tak lain dari biaya dana atau cost of fund (CoF) yang masih bisa dijaga rendah di posisi 1,47% di kuartal III 2020. "Walau bank lain juga mengalami penurunan biaya dana, BCA sudah lebih rendah dan signifikan. Beban bunganya menjadi rendah seiring dengan tren penurunan bunga simpanan," kata Suria kepada Kontan.co.id, Selasa (27/10) malam. 

Hal itu juga tidak terlepas dari posisi rasio dana murah (CASA) BCA yang sangat tinggi sebesar 76,4% di September 2020. Apalagi dengan dominasi dari sisi tabungan yang praktis menurut Suria tidak memakan biaya bunga tinggi bagi BCA. 

Selanjutnya: Libur cuti bersama, Bank Mandiri operasikan 133 cabang untuk beri layanan terbatas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×