kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.514.000   11.000   0,73%
  • USD/IDR 15.511   28,00   0,18%
  • IDX 7.760   25,02   0,32%
  • KOMPAS100 1.205   3,50   0,29%
  • LQ45 961   2,42   0,25%
  • ISSI 234   1,13   0,48%
  • IDX30 494   1,12   0,23%
  • IDXHIDIV20 593   1,74   0,29%
  • IDX80 137   0,38   0,27%
  • IDXV30 142   -0,50   -0,35%
  • IDXQ30 164   0,08   0,05%

Antisipasi bubble, BI siapkan aturan loan to value


Selasa, 20 Desember 2011 / 08:45 WIB
Antisipasi bubble, BI siapkan aturan loan to value
ILUSTRASI. Penjualan mobil secara nasional dari pabrikan ke diler (wholesales) merosot 48,35% di pasar domestik pada 2020.


Reporter: Roy Franedya | Editor: Edy Can

JAKARTA. Demi mencegah terjadinya bubble di perekonomian, Bank Indonesia (BI) memberikan perhatian pada kredit konsumsi. Regulator perbankan ini tengah mempersiapkan aturan loan to value (LTV).

Gubernur BI, Darmin Nasution mengatakan, saat ini, ada beberapa sektor yang pertumbuhan kreditnya cukup cepat. Meski belum bubble, bank sentral merasa perlu melakukan pengaturan. "Regulasinya, loan to value ratio, itu adalah makro prudential," ujarnya, Senin (19/12).

BI merangkul Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) untuk menyeragamkan LTV antara bank dan non-bank. "Di non-bank, down payment (DP) paling mudah. Kami ingin agar LTV dan DP diperketat agar aturannya kurang lebih sama dengan bank," katanya. Dengan aturan main ini, bila nasabah tidak dapat kredit dari bank, dia tidak akan mencari ke non-bank.

Pada pertemuan tahunan para bankir alias Banker\'s Dinner awal Desember lalu, Darmin mengatakan, upaya menekan suku bunga kredit akan dilengkapi kebijakan makro prudensial. Ini memitigasi risiko di sektor konsumtif yang berpotensi mengalami pengelembungan aset.

Berdasarkan data Bapepam-LK, hingga September 2011, penyaluran pembiayaan multifinance mencapai Rp 225,13 triliun, tumbuh 26,67% dibandingkan September 2010 sebesar Rp 177,73 triliun. Pembiayaan konsumer tumbuh 29,73% menjadi Rp 159,63 triliun. Dari jumlah tersebut, 97,18% tergolong kredit lancar, 0,88% diragukan dan 1,31% macet.

Data BI menunjukkan, hingga hingga Oktober 2011, outstanding kredit otomotif mencapai Rp 103,5 triliun atau tumbuh 31,4% (yoy). Komposisinya, kredit roda empat 62%, roda dua 37% dan sisanya lain-lain. Hingga oktober, kredit roda empat tumbuh 56,3% dan roda dua 11,7%.

Kepala Biro Humas BI, Difi Ahmad Johansyah mengatakan, aturan LTV akan meluncur bila ada gejala potensi bubble. "Indikasinya terlihat dari peningkatan non-performing loan (NPL) mendekati level 5%," ujarnya.

Bila melihat kondisi saat ini, NPL multifinance relatif aman. Tetapi, multifinance tidak memiliki mitigasi resiko yang baik, karena alternatif penyaluran pembiayaannya terbatas dan cenderung terkonsentrasi pada satu sektor. "Bahaya multifinance adalah consentration risk. Kami belajar dari krisis 2008, bank menyalurkan kredit ke komoditas. Ketika harga komoditas turun banyak, bank menghadapi masalah," tukas Difi.

Ekonom Aviliani mengatakan, pertumbuhan kelas menengah di Indonesia akan berimbas pada peningkatan kredit konsumsi. Nah, pertumbuhan kredit konsumsi, terutama multifinance, harus mendapat perhatian, karena prinsip kehati-hatiannya tidak seketat perbankan. "Kalau gagal bayar, biasanya mereka langsung menarik kendaraan, tetapi ini dilakukan sampai kapan," tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM) Penerapan Etika Dalam Penagihan Kredit Macet

[X]
×