Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan baru Bank Indonesia (BI) dalam menaikkan suku bunga acuan menjadi 6% membuat perbankan harus mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko kredit dengan memastikan pencadangan atau Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) cukup kuat dan memadai.
Sebelum BI mengumumkan kenaikan suku bunga acuan pada Oktober, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah memberikan sinyal alarm bagi perbankan untuk mengantisipasi risiko bisnis karena tren suku bunga yang cenderung tinggi.
Sejumlah bank ikut melakukan upaya untuk memperkuat pencadangannya. PT Bank Mandiri Tbk misalnya, yang merespons kenaikan bunga acuan BI dengan strategi repricing suku bunga.
"Strateginya bank Mandiri akan melakukan repricing suku bunga dana dan kredit secara selektif, dengan mengutamakan pada portfolio kredit yang pricing-nya memang berdasarkan suku bunga acuan seperti kredit korporasi," kata Ahmad Siddik Badruddin, Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri kepada Kontan, Selasa (24/10).
Baca Juga: Laba Bank BCA (BBCA) Naik 25,8% pada Kuartal III, Ini Pendorongnya
Lebih lanjut Siddik mengatakan Bank Mandiri membentuk pencadangan risiko kredit (CKPN) secara prudent sesuai dengan PSAK 71 dan mempertimbangkan trend perbaikan kualitas portfolio kredit.
Coverage CKPN terhadap NPL (NPL coverage) Bank Mandiri per Agustus 2023 mencapai sekitar 350% sedangkan LaR coverage (termasuk covid) sebesar sekitar 49%.
"Ini kami anggap sudah memadai termasuk untuk antisipasi berakhirnya perpanjangan restrukturisasi kredit terdampak Covid sesuai KDK 34 di Maret 2024," terang Siddik.
Meski kenaikan suku bunga acuan BI ke level 6% saat ini belum secara langsung berdampak kepada kredit, namun Siddik menyebut sampai dengan saat ini kualitas portfolio kredit Bank Mandiri tidak terdampak signifikan terhadap kenaikan suku bunga.
Dalam rinciannya, secara kualitas kredit sampai dengan Agustus 2023, Loan at Risk (LaR) Bank Mandiri secara bank only (termasuk restru Covid) sebesar 9,95%. Posisi tersebut membaik 472 bps secara tahunan jika dibandingkan posisi LaR bank pada Agustus 2022 di 14,67%, atau membaik 55 bps dibandingkan sebelum pandemi sebesar 10,50% di tahun 2019.
Adapun perbaikan LaR Bank Mandiri khususnya terjadi di sektor Perdagangan Besar & Eceran, Industri Pengolahan dan sektor Pengangkutan & Pergudangan. Sementara untuk LaR saat ini masih didominasi sektor Jasa Transportasi Udara dan sektor Industri Tekstil.
Senada, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga telah mempersiapakn pencadangan yang memadai.
"BCA senantiasa memiliki pencadangan yang memadai, dengan rasio pencadangan NPL dan LAR berada pada level yang kokoh, masing-masing sebesar 226,9% dan 66,6% per September 2023," kata Hera F Haryn, EVP Secretariat and Corporate Communication BCA kepada Kontan, Senin (23/10).
Rasio kredit bermasalah (NPL) BCA masih terjaga di sembilan bulan pertama 2023 yakni di level 2,0%, turun dari 2,2% pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara itu, seiring dengan pemulihan bisnis debitur, portofolio kredit BCA yang direstrukturisasi terus mencatat perbaikan, yang tercermin dari menurunnya LaR ke 7,6% dari 11,7% di tahun sebelumnya.
Baca Juga: Industri Paylater Bisa Terdampak Akibat Suku Bunga Acuan
"BCA tentunya akan senantiasa mencermati perkembangan ke depan dalam menentukan kebijakan suku bunga kami, namun sejauh ini kami berupaya menjaga tingkat suku bunga kredit pada level yang dapat diterima oleh pasar," kata Hera.
Sementara itu PT BPD Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank bjb) juga terus berupaya untuk memperkuat pencadangan. Direktur Utama Bank bjb Yuddy Renaldy mengatakan saat ini posisi pencadangan bank cukup memadai.
"Coverage rasio bjb sendiri saat ini di level 114,7%, nilai pencadangan tersebut kami lihat cukup memadai melihat profil risiko Bank bjb," kata Yuddy kepada Kontan, Selasa (24/10).
Yuddy juga menyebut, meski dampak restrukturisasi covid masih ada, namun jika dibandingkan industri Bank bjb tergolong rendah dengan Loan at Risk (LaR) 6,2%.
Di sisi lain, ia menilai, kenaikan suku bunga acuan tidak akan langsung berdampak pada kredit yang disalurkan namun akan lebih dulu berefek pada biaya dana dan bisa menekan marjin perbankan.
"Kami melihat transmisinya tidak akan langsung kepada kredit, tapi dampaknya akan terasa pada biaya dana yang naik dan menekan marjin perbankan, karena bank pasti tidak akan langsung begitu saja melakukan penyesuaian pada suku bunga kredit, harus lebih hati2 memperhatikan kemampuan bayar debitur agar tidak jatuh kepada NPL," terang Yuddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News