Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo) membeberkan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan outstanding penjaminan usaha produktif menurun.
Asal tahu saja, data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, outstanding penjaminan usaha produktif sebesar Rp 290,37 triliun per Juli 2025. Nilainya menurun 5,76%, jika dibandingkan pencapaian per Juli 2024 yang sebesar Rp 308,12 triliun.
Mengenai hal itu, Sekretaris Jenderal Asippindo Agus Supriadi mengatakan salah satu penyebab penurunan itu karena adanya perlambatan sektor riil, terutama pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan usaha produktif, yang masih menghadapi tekanan daya beli serta kenaikan biaya produksi.
"Penyebab lainnya, yakni adanya restrukturisasi atau pelunasan penjaminan produktif yang membuat outstanding berkurang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan penjaminan baru," ungkapnya kepada Kontan, Senin (6/10).
Baca Juga: Menkeu Purbaya Restui Pembangunan Gedung Bank Jakarta di SCBD Tanpa APBN
Selain itu, Agus menerangkan penurunan terjadi karena dipicu sikap perusahaan penjaminan yang telah menerapkan manajemen risiko sehingga lebih berhati-hati dalam memberikan penjaminan. Dia bilang hal itu sejalan dengan perubahan preferensi lembaga penjaminan yang kini cenderung lebih selektif dalam menyalurkan penjaminan produktif berisiko tinggi.
Jika ditelaah berdasarkan data OJK, outstanding penjaminan sektor usaha nonproduktif malah meningkat 10,3% secara Year on Year (YoY). Adapun posisi per Juli 2024 sebesar Rp 106,97 triliun, menjadi Rp 117,99 triliun per Juli 2025.
Terkait hal itu, Agus menjelaskan kondisi itu bukan disebabkan adanya pergeseran permintaan penjaminan dari produktif ke nonproduktif. Dia melihat peningkatan outstanding usaha nonproduktif lebih disebabkan oleh tingginya kebutuhan pembiayaan konsumtif, seperti kredit multiguna, kredit kendaraan, atau pembiayaan perumahan, yang relatif lebih stabil pertumbuhannya dibandingkan sektor produktif.
"Kenaikan pada usaha nonproduktif lebih merupakan respons pasar atas kebutuhan masyarakat," katanya.
Selain itu, Agus menyampaikan peningkatan usaha nonproduktif juga dipicu adanya kendala pada salah satu mitra asuransi di Bank Perkreditan Daerah (BPD), sehingga sebagian besar penjaminan kredit dialihkan kepada perusahaan penjaminan. Atas kondisi tersebut, beberapa perusahaan penjaminan daerah mengalami peningkatan volume penjaminan, khususnya pada produk multiguna.
Secara keseluruhan, Agus mengatakan perusahaan penjaminan tetap memprioritaskan penjaminan produktif sesuai mandat untuk mendukung UMKM dan pembangunan ekonomi nasional.
Sebagai informasi, data statistik OJK mencatat, outstanding penjaminan secara gabungan sebesar Rp 408,36 triliun per Juli 2025. Nilainya menurun 1,62%, jika dibandingkan pencapaian pada periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 415,09 triliun.
Baca Juga: Ekspor Minyak Sawit Diproyeksi Seret hingga Akhir 2025, Apa Sebabnya?
Selanjutnya: Menguat ke Rp 16.561 per Dolar AS, Bagaimana Nasib Rupiah Rabu (8/10) Besok?
Menarik Dibaca: 7 Alasan Jamu Kunyit Asam Bagus untuk Wanita, Bantu Cegah Osteoporosis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News