Reporter: Roy Franedya | Editor: Edy Can
JAKARTA. Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) berupaya mengendurkan persaingan antara perbankan dan industri telekomunikasi dalam bisnis electronic money atau e-money. Sebagai self regulatory organization (SRO) yang mengatur sistem pembayaran, ASPI berkepentingan mensinergikan keduanya agar bisnis e-money berkembang pesat. Jika itu terwujud, National Payment Gateway yang digagas Bank Indonesia (BI) untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, bisa berjalan tanpa benturan.
Ketua Umum ASPI, Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kedua wakil industri sudah bertemu membahas masalah tersebut. Salah satu poin pembicaraan mereka adalah mengenai tanggung jawab masing-masing pihak dalam menjalankan bisnis ini.
Perbankan akan mengurusi pengelolaan dana karena core bisnis perbankan di sana. Sedangkan telekomunikasi mengurusi bandwidth sesuai keahlian mereka. "Telekomunikasi mendapatkan fee dari penggunaan telepon, SMS, dan data yang digunakan perbankan. Bentuk sinergi ini sedang dirumuskan dan dicari jalan ketemunya," ujarnya, Selasa (27/7).
Poin pembahasan lain adalah perihal penempatan dana nasabah. Kelak harus ada kejelasan, dana nasabah di e-money perusahaan telkomunikasi harus ditaruh di bank atas nama nasabah. Jadi, bukan tersimpan di rekening perusahaan operator, seperti berlangsung selama ini.
Hal tersebut penting untuk menjaga keamanan dana nasabah bila terjadi apa-apa pada perusahaan telekomunikasi. "Keamanan dana nasabah menjadi tanggung jawab bank karena perlindungan nasabah diatur ketat," katanya. Kalau bank kolaps, ada penjamin: Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sementara perusahaan telekomunikasi tidak mempunyai perlindungan seperti itu.
Kelak rekening nasabah e-money operator seluler tidak akan seperti rekening nasabah konvensional. Rekeningnya seperti nomor virtual account. "Contohnya, pengguna Mandiri prabayar mereka tidak mempunyai account di bank. Tapi, melalui nomornya bisa diidentifikasi siapa penggunanya," kata Budi, yang juga Direktur Bank Mandiri.
Budi mengungkapkan, dalam merealisasikan program financial inclusion berbasis e-money, bank harus menggandeng perusahaan telekomunikasi. Pasalnya, biaya transaksi melalui mesin ATM atau lewat bank masih relatif mahal. "Dengan menggandeng perusahaan telekomunikasi, biaya bank bisa ditekan, sehingga biaya yang dikenakan kepada nasabah lebih murah," tukas Budi.
Sejatinya, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 11//2009 tentang uang elektronik sudah mengatur peran operator telekomunikasi. Beleid itu menyebutkan, dalam menyelenggarakan kegiatan transaksi dan pembayaran, perusahaan telekomunikasi harus memiliki dua rekening.
Yaitu rekening pulsa dan rekening uang yang harus dijaminkan dan disetorkan perusahaan telekomunikasi sebagai jaminan dari jumlah mobile electronic money. Namun rekening giro tersebut atas nama perusahaan telekomunikasi bukan nasabah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News