Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perusahaan asuransi umum harus memprioritaskan reasuradur lokal untuk mendapatkan dukungan reasuransi otomatis. Termasuk untuk pertanggungan yang diluar risiko sederhana.
Berdasarkan POJK nomor 14 /POJK.05/2015 tentang retensi sendiri dan dukungan reasuransi dalam negeri, penempatan dukungan reasuransi otomatis secara prioritas kepada reasuradur dalam negeri selain pertanggungan risiko sederhana wajib mengikuti besaran minimum penempatan reasuransi otomatis, termasuk untuk risiko bencana.
Adapun urutan prioritas untuk dukungan reasuransi otomatis ini, untuk asuransi umum adalah dari sedikitnya dua perusahaan reasuransi lokal. Kalau tidak terpenuhi dua perusahaan reasuransi, maka bisa diganti dengan satu perusahaan reasuransi dan satu perusahaan asuransi.
Kalau tidak mendapatkan dukungan reasuransi lokal, maka bisa diganti dengan dua perusahaan asuransi lokal. Bila sama sekali tidak mendapat dukungan reasuransi otomatis baik dari perusahaan reasuransi maupun asuransi dalam negeri, baru bisa mengalihkan ke perusahaan reasuransi di luar negeri.
Dalam beleid itu juga disebutkan bila perusahaan asuransi tidak dapat mendapat dukungan reasuransi lokal karena faktor teknis seperti hasil underwriting yang buruk maka mereka harus melakukan perbaikan selama maksimal setahun setelah ditolak reasuradur dalam negeri.
Namun aturan ini tak berlaku bila tidak ada reasuradur yang mau mendukung karakteristik risiko yang khusus dari suatu lini usaha. Atau perusahaan asuransi akan memulai memasarkan lini usaha yang baru. Bisa juga karena produk asuransi yang dipasarkan hanya untuk memenuhi permintaan pemegang polis atau risiko yang dikelola tak melebihi kapasitas retensi dari perusahaan asuransi itu sendiri.
Besaran dukungan reasuransi otomatis priority treaty sendiri paling besar adalah untuk asuransi harta benda dan asuransi rekayasa yakni sebesar Rp 210 miliar untuk proporsional dan Rp 185 miliar untuk non-proporsional.
Lalu untuk asuransi energi off shore sebesar Rp 170 miliar baik untuk proporsional maupun non-proporsional. Kemudian lini bisnis pengangkutan sebesar Rp 150 miliar untuk proporsional dan Rp 140 miliar untuk non-proporsional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News