Sumber: KONTAN | Editor: Johana K.
JAKARTA. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) masih ragu-ragu melakukan penghapusan atau pemotongan (haircut) kredit macet alias non-performing loan (NPL) milik debitur. Pasalnya, belum ada kepastian hukum terhadap aturan penghapusbukuan tersebut.
Wakil Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Evi Firmansyah mengungkapkan, pihaknya hingga saat ini belum berani melakukan haircut, meski pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2006 mengenai cara Penghapusan Piutang Negara dan Daerah. "Berdasarkan PP itu dimungkinkan untuk melakukan haircut, tapi aparat penegak hukum belum ada kata sepakat yang sama mengenai PP itu," ungkap Evi, Senin (15/2).
Evi berharap, kepastian pelaksanaan haircut ini dapat terlaksana sesegera mungkin, karena bisa berdampak kepada pendapatan perusahaannya. "Ini kan lumayan untuk working capital," terangnya.
Tidak hanya BTN, Bank Mandiri pun mengeluhkan hal serupa. "Masih ada pemahaman yang beragam tentang aturan tersebut. Menurut kami, mungkin dibutuhkan review atas Undang-Undang (UU) Nomor 49/1960 untuk memperkuat PP 33/3006 tersebut," kata Chief Financial Officer (CFO) Bank Mandiri Pahala N. Mansyuri.
Belum ada persamaan persepsi
Menteri BUMN Abubakar Mustafa menuturkan, saat ini belum ada persamaan persepsi antara BUMN dengan pemangku kepentingan lain, seperti lembaga penegakan hukum, mengenai piutang BUMN juga merupakan piutang negara. Ini membuat bank-bank BUMN tidak memiliki level playing field yang sama dengan bank swasta nasional dan asing.
Hal itu terlihat dalam pelaksanaan restrukturisasi utang atau penyelesaian kredit macet. "Bank-bank milik pemerintah masih ragu-ragu melakukan haircut dalam mengatasi kendala yang dihadapi debitur yang sedang sulit. Soalnya dapat dipersepsikan sebagai kerugian negara," urai Mustafa dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI, kemarin (15/2).
Kondisi tersebut mengakibatkan restrukturisasi atau penyelesaian kredit bermasalah di bank-bank pelat merah menjadi tidak seleluasa bank-bank swasta. "Meski ada PP No. 33 itu, bank-bank BUMN masih ragu-ragu memberikan haircut," tegas Mustafa lagi.
PP No. 33 Tahun 2006 menyebutkan, kredit bank-bank BUMN tak termasuk dalam piutang milik negara. Jadi, penghapusan kredit merupakan wewenang pengelola bank. Namun, saat menerbitkan PP itu, pemerintah tidak mengubah Undang-Undang Nomor 49 tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.
Padahal, menurut UU No. 49 tersebut, kredit bank-bank BUMN termasuk dalam kategori piutang milik negara. Itu berarti, manajemen bank BUMN tak bisa begitu saja melakukan pemotongan utang alias haircut.
Untuk itu, Kementerian BUMN telah mengusulkan untuk mengamendemen UU No. 49 tersebut. "Kami meminta dukungan para anggota dewan agar UU tersebut dapat diamandemen. Dengan demikian, kami juga memiliki playing field yang sama dengan bank-bank swasta," kata Mustafa.
Mustafa mengatakan, pihaknya tetap berusaha agar bank-bank BUMN tetap tumbuh, baik tumbuh secara organik maupun non-organik. "Kami mengharapkan bank-bank BUMN bisa bersaing dengan bank swasta nasional," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News