Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Industri perbankan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) terkait rencana penggunaan loan to funding ratio (LFR) yang memasukkan sumber dana bank dari obligasi dan pinjaman bilateral sebagai salah satu indikator likuiditas bank. Sebelumnya, indikator likuiditas bank dilihat dari rasio kredit hanya terhadap dana simpanan nasabah atau loan to deposit ratio (LDR).
Nurmala Damanik, Head Financial, Planning, Performance Management and Reporting Bank Internasional Indonesia (BII) mengatakan, opsi simpanan dana selain dari deposito menjadi perhitungan dana agar likuiditas kian terjaga, mengingat bank butuh dana-dana jangka panjang untuk menyalurkan kredit.
Lanjutnya, pada working group yang dilakukan perbankan dan OJK, regulator mempertimbangkan untuk menyetujui usulan tersebut. Namun, usulan harus diimbangi dengan memasukan komponen surat utang yang dibeli perbankan kedalam LFR. "Jika itu dipenuhi, tentunya akan sama saja seperti fungsi LDR, tapi memang itu lebih sehat karena seimbang," kata Nurmala, pada akhir pekan.
Para bankir mengharapkan, OJK dapat memenuhi usulan tersebut, agar perbankan memiliki dana jangka panjang untuk membiayai kredit. Pasalnya, sebesar 70% simpanan dana pihak ketiga (DPK) adalah deposito, yang jangka waktu penyimpanannya bertahan 1 bulan - 3 bulan.
Kemudian, biaya yang dikeluarkan bank untuk simpanan deposito lebih mahal dibandingkan perolehan dana dari obligasi atau pinjaman. Misalnya, bank memberikan bunga dpeosito sebesar 10%-11%, sedangkan untuk bunga obligasi sebesar 9%-10%. "Semoga dalam waktu dekat bisa dilaksanakan," tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News