Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kontroversi pungutan industri keuangan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus bergulir. Terutama setelah Bank Indonesia menilai agar pungutan OJK tidak perlu diadakan.
Direktur PT Bank Ina Perdana Tbk Edy Kuntardjo menyatakan, secara pribadi, ia berharap OJK dapat mempertimbangkan hal tersebut. Menurutnya, jika memang tidak dapat dihilangkan, sebaiknya persentase iuran dapat dikurangi menyusul upaya pemerintah yang menginginkan suku bunga kredit single digit.
"Tentu ini akan berpengaruh signifikan, iuran tersebut memakan biaya bank cukup besar, seharusnya bisa dipertimbangkan," kata Edy, Minggu (12/9).
Lanjut Edy, jika terus dipaksakan banyak bank yang akan semakin keberatan menyusul situasi ekonomi saat ini masih belum kondusif.
Selain iuran OJK yang dinilai memberatkan, kata Edy, iuran Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga memberikan dampak signifikan bagi industri keuangan khususnya perbankan. "Begitu juga iuran LPS, sudah lama bankir keberatan," ucapnya.
Meski keberatan Edy mengaku, pihaknya sejauh ini tetap mematuhi peraturan yang ada dan tetap membayar iuran yang ditagih oleh OJK maupun LPS.
Dalam ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 11 tahun 2014, lembaga-lembaga jasa keuangan dibebankan biaya tahunan sebesar 0,02%-1,2% dari aset masing-masing jenis lembaga. Selain biaya tahunan, OJK juga menetapkan pungutan untuk biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran dan pengesahan, serta pungutan untuk biaya penelaahan rencana aksi korporasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News