kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.704.000   25.000   1,49%
  • USD/IDR 16.450   35,00   0,21%
  • IDX 6.380   -139,26   -2,14%
  • KOMPAS100 926   -23,75   -2,50%
  • LQ45 725   -12,49   -1,69%
  • ISSI 196   -6,34   -3,13%
  • IDX30 379   -3,71   -0,97%
  • IDXHIDIV20 456   -5,75   -1,25%
  • IDX80 105   -2,26   -2,11%
  • IDXV30 108   -2,36   -2,13%
  • IDXQ30 124   -0,95   -0,75%

Bank Naikkan Pencadangan Hadapi Risiko Pemburukan Kualitas Kredit


Selasa, 04 Maret 2025 / 20:10 WIB
Bank Naikkan Pencadangan Hadapi Risiko Pemburukan Kualitas Kredit
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi melalui ATM di Tangerang, Senin (7/9/2020). Pembentukan biaya pencadangan industri perbankan tanah air berpotensi semakin meningkat pada kuartal III/2020, seiring dengan kemungkinan peningkatan rasio kredit bermasalah. Per Juli 2020, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan telah berada pada level 3,22% (gross) atau meningkat dari posisi Juni 2020 yang sebesar 3,11%. KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Baru awal tahun, beberapa bank telah mengambil langkah untuk menaikkan biaya pencadangan. Artinya, ada beberapa situasi yang membuat bank perlu membuat bantalan untuk menjaga pemburukan kualitas kredit di masa depan.

Jika menilik rasio kredit bermasalah perbankan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat NPL gross perbankan per Januari 2025 di level 2,18%. Angka itu naik dari bulan sebelumnya, di mana NPL gross perbankan berada di level 2,08%.

Kondisi serupa pada rasio Loan at Risk yang juga mengalami kenaikan secara bulanan. Dari posisi Desember 2024 di level 9,28% menjadi 9,72% di Januari 2025.

Di sisi lain, penurunan kualitas kredit ini sejalan dengan proyeksi para bankir yang tercermin dari Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) triwulan I-2025. Dalam survei tersebut Indeks Bisnis Perbankan (IBP) untuk ada sedikit mengalami penurunan.

Sebagai gambaran, IBP responden untuk NPL ada di level 55 untuk periode kuartal I/2025. Sementara, pada survei di kuartal sebelumnya, indeks untuk NPL ada di level 65.

Meski demikian, mayoritas responden masih meyakini bahwa risiko perbankan pada kuart I/2025 masih terjaga dan terkendali. Di mana, risiko cukup manageable, seiring dengan keyakinan bahwa risiko kredit dan risiko pasar yang tetap terjaga.

Adapun, salah satu bank yang tercatat menaikkan beban pencadangan cukup tinggi adalah PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Per Januari 2025, beban pencadangan bank swasta terbesar tanah air ini senilai Rp 568 miliar atau naik hingga 205% YoY.

Baca Juga: Bank Mandiri Salurkan Kredit UMKM Rp 144 Triliun di Tahun 2024

EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA Hera F. Haryn bilang pihaknya berupaya untuk terus membentuk tingkat Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) kredit yang memadai . Tujuannya adalah mengantisipasi penurunan kualitas aset. 

Kondisi tersebut juga tercermin dalam NPL Coverage yang dimiliki BCA. Sepanjang tahun 2024, BCA menjaga NPL Coverage sebesar 208,5% dan LAR Coverage mencapai 76,9%. 

“Biaya pencadangan akan senantiasa kami tinjau sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi perekonomian Indonesia,” ujar Hera.

Lebih lanjut, Hera bilang BCA konsisten menerapkan prinsip kehati-hatian dengan manajemen risiko yang disiplin dalam menyalurkan kredit. Di mana, pihaknya memastikan selalu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan, serta menerapkan tata kelola perusahaan yang baik.

Tak mau kalah, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga telah meningkatkan pencadangan tinggi. Tak main-main, pencadangan BRI naik 188,5% secara tahunan menjadi Rp 5,63 triliun per Januari 2025.

Belum lama ini, Direktur Utama BRI Sunarso bilang bahwa pihaknya lebih fokus pada pengelolaan risiko jangka panjang, salah satunya adalah dengan menyediakan cadangan yang cukup.

“BRI memandang bahwa ke depan masih ada ketidakpastian, maka kita sudah cadangkan. Artinya apa? menyediakan ketenangan, menyediakan cadangan bantalan,” ujar Sunarso

Terakhir, ada PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) yang meningkatkan pembentukan pencadangan untuk mengantisipasi tekanan global. Per Januari 2025, bank pelat merah ini menaikkan pencadangan sebesar 27,56% secara tahunan atau year on year (YoY).

Outstanding kredit BTN per Januari 2025 mencapai Rp 356,99 triliun, tumbuh 7,1% secara tahunan. Dimana pembiayaan syariah  mencapai  Rp 44,5 triliun, melonjak 18% secara YoY di tengah minat masyarakat terhadap produk KPR berbasis syariah semakin tinggi.  

Sementara DPK mencapai Rp 374 triliun atau tumbuh 8,7% YoY. Pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dari laju kredit membuka ruang bagi BTN untuk bisa ekspasni lebih kencang ke depan. 

Direktur Utama Bank BTN Nixon L.P Napitupulu menjelaskan pertumbuhan kredit yang tetap positif memperlihatkan bahwa permintaan KPR memang tidak pernah lesu, seberat apapun tantangan kondisi ekonomi dan kemampuan daya beli konsumen. 

Baca Juga: Optimis Bisnis Kartu Kredit Tumbuh Tahun Ini, Berikut Strategi Bank Swasta Tanah Air

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyadari bahwa memang ada pemburukan untuk rasio-rasio kualitas kredit tersebut. Hanya saja, hal tersebut dinilai masih terjaga karena secara tahunan masih mengalami penurunan.

Seperti diketahui, pada periode Januari 2024, NPL gross perbankan ada di level 2,35%. Sementara, untuk LaR di periode yang sama berada di level 11,6%.

“Kinerja intermediasi perbankan tumbuh positif dengan profil risiko yang tetap terjaga,” ujar Dian, Selasa (4/3).

Di sisi lain, Dian melihat perbankan masih memiliki bantalan yang kuat di tengah kondisi ketidakpastian perekonomian. Dalam hal ini, ia mengacu pada tingkat permodalan perbankan.

Baca Juga: Sejumlah Bank Besar Cetak Pertumbuhan Penyaluran Kredit Secara Online

Selanjutnya: Kasus Pertamax Oplosan, DPR Soroti Tanggung Jawab Menteri BUMN

Menarik Dibaca: 8 Efek Makan Pedas Berlebihan, Jerawatan hingga Gastritis Akut

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×