Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat telah mengeluarkan sinyal untuk melakukan pengetatan kebijakan moneter pasca krisis Covid-19. Langkah tapering off ini bakal berdampak pada stabilitas pasar keuangan Indonesia termasuk harga dan yield surat berharga negara (SBN).
Di sisi lain, Pandemi telah membuat masyarakat semakin gemar menyimpan dananya di perbankan. Namun, Pengamat Perbankan sekaligus Ekonom INDEF Aviliani bilang sifat perbankan memang mengikuti pasar. Artinya, ketika permintaan kredit besar, otomatis fungsi intermediasi pun bergulir.
Ia menilai sebenarnya bank sudah menyalurkan kredit, karena akan jadi masalah ketika dana pihak ketiga terlalu banyak namun kredit terlalu sedikit. Tapi pelunasan kredit lebih banyak dibandingkan permintaan kredit.
“Dalam waktu pendek ini tantangannya adalah The Fed. Bank banyak menempatkan dananya di SBN. Begitu The Fed menaikkan bunga, masalah nya harus ada barang baru berupa obligasi korporasi, namun masih sedikit,” ujarnya.
Baca Juga: BNI dorong realisasi penyaluran dana bansos
Ia melihat bank akan mengukur dan memilih produk obligasi korporasi sesuai risk appetite masing-masing. Oleh sebab itu, ia melihat bank juga mengelola likuiditas dengan menempatkan dananya sebagian di obligasi korporasi dan penyaluran kredit.
Sekretaris Perusahaan Bank Rakyat Indonesia Aestika Oryza Gunarto bilang Aestika Oryza Gunarto BRI akan terus memperhatikan perkembangan tapering off bank sentral AS. Seiring dengan itu, BRI akan menyesuaikan strategi pengelolaan portofolio SBN sesuai proyeksi ekonomi terkini.
“BRI mengedepankan pengelolaan risiko yang optimal melalui monitoring portofolio secara rutin dan intensif. Dalam laporan keuangan konsolidasi audited posisi 30 Juni 2021, BRI tercatat memiliki outstanding SBN sebesar Rp 255 triliun atau tumbuh 38.58% secara year on year (yoy),” ujar Aestika kepada KONTAN pada Senin (23/8).
Sedangkan outstanding obligasi korporasi yang dimiliki BRI pada 30 Juni 2021 tercatat turun 7,05% di periode yang sama sebagai mitigasi risiko atas kondisi ekonomi yang terpengaruh pandemi. Ia melihat ke depannya, SBN masih memiliki daya tarik imbal hasil di mata investor.
Baca Juga: OJK: Banyak investor asing ajukan izin untuk membeli bank lokal
Direktur Bank Central Asia Vera Eve Lim mencermati penempatan dana pada instrumen surat berharga sebagai bagian dari strategi pengelolaan likuiditas perusahaan. Juga mendukung perekonomian nasional di tengah tantangan terkini. Hal ini juga untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat.
“BCA mencatat dana yang diletakkan dalam surat berharga mencapai Rp 215,3 triliun per Juni 2021, meningkat 6,6% year to date (YTD). Seiring dengan dukungan likuiditas BCA yang sangat memadai, didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang solid, serta mempertimbangkan imbal hasil yang baik dan instrumen yang beresiko rendah, diharapkan penempatan surat berharga BCA akan terus meningkat,” ujar Vera kepada KONTAN pada Senin (23/8).
Lanjut ia, seiring dengan dukungan likuiditas BCA yang sangat memadai, didukung oleh pertumbuhan dana pihak ketiga yang solid, serta mempertimbangkan imbal hasil yang baik dan instrumen yang beresiko rendah, diharapkan penempatan surat berharga BCA akan terus meningkat.
Sedangkan Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi AS Aturridha menyatakan penempatan dana di surat berharga, merupakan salah satu strategi Bank Mandiri dalam mengelola likuiditas perusahaan. Hal ini juga merupakan upaya yang lazim dilakukan perbankan untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dan ekspansi kredit yang sehat.
“Sampai dengan akhir Juni 2021, Bank Mandiri telah menempatkan dana di surat berharga sebesar Rp 210,23 triliun (bank only). Angka tersebut memang mengalami kenaikan dibandingkan posisi akhir 2020 lalu,” paparnya kepada KONTAN pada Senin (23/8).
Ia mengaku saat ini likuiditas Bank Mandiri berada pada posisi yang solid, disokong oleh pertumbuhan dana pihak ketiga terutama dari peningkatan dana murah atau current account and saving account (CASA).
“Ke depan, Bank Mandiri akan terus mengelola likuiditas secara prudent dengan mempertimbangkan imbal hasil yang sesuai dan risiko yang terukur,” pungkasnya.
Selanjutnya: OJK tak akan beri label khusus bagi bank yang beroperasi sebagai bank digital
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News