Reporter: Dina Farisah | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Akhir tahun sudah semakin dekat. Namun aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai pemenuhan minimum investasi 20% pada surat berharga negara (SBN) bagi asuransi jiwa belum tercapai.
PT Asuransi Jiwa Syariah (AJS) Amanahjiwa Giri Artha misalnya, per akhir Juli 2016 baru mengempit 11% kepemilikan atas SBN pada portofolio. Namun posisi surat berharga syariah negara (SBSN) saat ini telah mencapai 21% dari total portofolio.
Artinya, Amanah Githa harus gencar menambah porsi SBN hingga 10% dalam kurun waktu empat bulan. Dari total kontribusi sebesar Rp 20 miliar, investasi Amanah Githa masih lebih banyak dibenamkan pada deposito sebesar 30% dari total portofolio.
Adapun alokasi terbesar kedua disematkan pada sukuk korporasi sebesar 28%. Porsi reksadana dan saham saat ini dipangkas dari porsi bulan Juli 2016 sebesar 30%.
"Sisanya diparkirkan pada instrumen saham sebesar 8% dan reksadana syariah sebanyak 12% dari total portofolio," ungkap Salim Al Bakry, Direktur Utama PT AJS Amanahjiwa Giri Artha kepada KONTAN, Senin (21/11).
Salim menanggapi rencana OJK yang akan menghitung obligasi BUMN infrastruktur setara dengan 40% SBN. Menurutnya, hal ini sangat positif mengingat obligasi korporasi BUMN umumnya memberikan imbal hasil yang lebih kompetitif dibandingkan SBN. Namun di sisi lain, sampai saat ini ketersediaan sukuk korporasi BUMN masih sangat terbatas.
Hendrisman Rahim, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengatakan, pemenuhan investasi minimum pada SBN belum dapat dipenuhi oleh seluruh perusahaan asuransi jiwa. Data industri asuransi jiwa menunjukkan, kepemilikan rata-rata SBN baru sebesar 14%. Angka ini masih jauh dari ketentuan OJK yang mewajibkan minimum investasi SBN 20% hingga akhir tahun.
"Secara rata-rata baru 14%. Artinya, ada perusahaan yang telah memenuhi ketentuan minimum 20% SBN namun adapula perusahaan yang baru 3%," jelas Hendrisman.
Melihat kondisi ini, Hendrisman belum yakin apakah industri asuransi jiwa dapat memenuhi syarat OJK di sisa waktu yang terbatas ini. Pihaknya akan melakukan dialog dengan OJK agar obligasi BUMN infrastruktur dapat diakui juga sebagai SBN.
Pelaku industri asuransi jiwa berharap aturan tersebut segera dituangkan dalam peraturan tertulis. Menurut Hendrisman, tidak mudah bagi industri untuk memindahkan portofolio ke SBN. Alokasi 20% terhadap SBN lebih bayak datang dari premi baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News