Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pengawas Perdagangan Komoditi (Bappebti) bersama Kementerian terkait seperti Kemenko Perekonomian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Desa PDTT dan Kementerian Pertanian berkomitmen untuk mendorong dan mensinergikan program kerja untuk mengimplementasikan Sistem Resi Gudang (SRG).
Upaya tersebut juga diharapkan mampu membantu Pemerintah Daerah dalam menyiapkan pelaksanaan SRG dengan target awal pelaksanaan di 10 daerah. Langkah ini sekaligus menjadi bagian dari Program 100 Hari Kementerian Perdagangan yang salah satunya adalah mengoptimalkan pemanfaatan Gudang SRG milik Pemerintah Daerah (yang dibangun melalui APBN Pemerintah Pusat) yang belum aktif (idle).
Baca Juga: Kemkop UKM dorong petani lada Babel terapkan sistem resi gudang
Kepala Bappebti Tjahya Widayanti mengatakan, SRG memiliki peran lebih dari sekedar instrumen tunda jual dan pembiayaan. Pemanfaatan SRG yang optimal dapat menawarkan sejumlah manfaat baik bagi pemerintah, sektor swasta atau industri dan masyarakat.
Lewat SRG, diharapkan dapat menjaga kestabilan harga komoditas, mendukung tata niaga komoditas dan pemenuhan komoditas pangan yang berkualitas dengan harga yang terjangkau di tingkat masyarakat. Selain itu, dengan adanya sistem informasi pada SRG, ketersediaan data dan sebaran stok cadangan komoditas bakal lebih akurat.
"Itu juga dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan pengendalian ketersediaan dan kelancaran distribusi komoditas pangan, sehingga tingkat inflasi dapat ditekan," kata Tjahya dalam keterangan resmi, Jumat (29/11).
Baca Juga: Komoditas gambir jadi alternatif pembiayaan bagi Koperasi dan UKM
Indonesia selama ini dikenal sebagai negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani termasuk juga penggarap kebun. Namun demikian, kesejahteraan para penghasil komoditas ini belum juga dalam tingkatan yang baik.
Faktor keberadaan tengkulak, faktor alam, serta rendahnya harga komoditas saat panen, dianggap sebagai penyebab petani tidak dapat menikmati hasil yang maksimal. Padahal, pemerintah berupaya serius meningkatkan kesejahteraan petani, dengan mengeluarkan regulasi UU No.9 Tahun 2006 tentang Resi Gudang dan perubahannya di UU No. 9 Tahun 2011.
SRG sendiri merupakan instrumen perdagangan maupun keuangan yang memungkinkan komoditas yang disimpan dalam gudang memperoleh pembiayaan dari lembaga keuangan tanpa diperlukan jaminan lainnya. Dengan begitu, harapannya bisa turut meningkatkan kredit/pembiayaan kepada petani, poktan, gapoktan, koperasi dan pelaku UMKM.
Baca Juga: Sistem resi gudang masih mangkrak
Di samping itu SRG diterapkan untuk menyimpan hasil pertanian pada saat harga jual jatuh (tunda jual) sehingga dapat menjaga kestabilan harga/inflasi.
Dalam pelaksanaannya, SRG tidak bisa dipisahkan dalam ketersediaan dan fluktuasi harga pangan. Dengan SRG, para petani menjadi tahu bagaimana mengelola produknya saat terjadi panen raya.
Selain itu, dengan adanya SRG petani dapat menunda penjualanyasaat harga jatuh, serta kemudian menjualnya pada saat haga naik. Sedangkan Resi Gudang adalah dokumen surat berharga yang di tata usahakan di Pusat Registrasi (Pusreg) Resi Gudang.
Untuk saat ini, satu-satunya Pusat Registrasi Resi Gudang ada di KBI. Perusahaan BUMN yang sudah mendapat izin dari Bappepti ini, memiliki fungsi sebagai pencatatan, penyimpanan, pemindahbukuan kepemilikan, pembebanan hak jaminan, pelaporan serta penyediaan sistem dan jaringan informasi Resi Gudang dan Derivatif Resi Gudang.
Baca Juga: Koperasi didorong untuk diversifikasi usaha
Berdasarkan evaluasi Bappebti, sejauh ini implementasi dan pemanfaatan SRG sebagian besar masih sebatas instrumen tunda jual dan sebagai instrumen pembiayaan bagi para pelaku sektor pertanian.
Untuk itu, perlu dilakukan terobosan dan inovasi kebijakan, seperti untuk manajemen stok dan mendukung kegiatan ekspor. Bahkan, dari catatan Bappebti, usaha pemerintah dalam mendorong implementasi SRG melalui pembangunan Gudang – Gudang di sejumlah daerah sentra produksi belum memiliki dampak yang signifikan dalam perkembangan SRG di daerah.
Tjahya mengungkapkan bahwa saat ini, baru sekitar 30% atau 38 gudang yang dibangun pemerintah aktif untuk pelaksanaan SRG. Tercatat juga, saat ini 29 gudang SRG swasta yang dikelola oleh BUMN/Swasta aktif dalam pelaksanaan SRG.
Baca Juga: BGR & Jamkrindo kerjasama tingkatkan resi gudang
"Resi Gudang akan menjadi solusi bagi para petani atau pemilik komoditas dalam memaksimalkan nilai dan manfaat komoditas yang mereka miliki," jelasnya.
Dengan sistem tersebut, para pemilik komoditas dapat melakukan penyimpanan komoditasnya di gudang yang terdaftar sebagai Pengelola Gudang oleh BAPPEBTI.
Kemudian, akan diterbitkan dokumen Resi Gudang oleh Pengelola Gudang melalui sistem yang teregistrasi di KBI. Selanjutnya dokumen Resi Gudang yang dimiliki pemilik komoditas dapat dijaminkan atau diperdagangkan, dan bahkan dapat diperjualbelikan untuk memaksimalkan nilai dan manfaat komoditas tersebut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No 33 tahun 2018, tentang Barang yang Dapat Disimpan di Gudang dalam rangka Penyelenggaraan Sistem Resi Gudang, Saat ini terdapat 17 (empat belas) jenis komoditas yang masuk dalam skema Sistem Resi Gudang, yaitu Gabah, Beras, Jagung, Kopi, Kakao, Lada, Karet, Rumput Laut, Rotan, Garam, Kopra, Teh, Gambir, dan Timah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News